Nicky Sinten

Rabu, 25 Juni 2014

Jayus, Tukang Ojek Sepeda




Orangnya buta huruf. Tapi kalau ngomong ngentot, dia adalah playboy. Playboy kampunglah. Tetapi aku percaya. Tubuh macam dia punya biasanya memang memiliki nafsu gede. Lihat saja. Punggungnya nampak sedikit bongkok. Tangan-tangan dan kakinya penuh bulu. Warna kulitnya yang coklat kehitaman mengkilat kena keringat keringnya.

Ciri-ciri macam itu biasanya kontolnya juga gede. Aku selalu merinding menahan gejolak birahiku kalau dekat dia. Tak bisa kulepaskan dari tonjolan bagian depan celananya, menggunung. Pantes saja, ibu-ibu gatel hingga babu-babu genit sangat asyik kalau ngomongin bagaimana sepulang dari pasar tadi ngebonceng ojeknya Jayus. Mereka cerita soal baunya yang
merangsang, soal senggolan dengan tangannya yang penuh bulu.
Kadang-kadang mereka sengaja menempelkan susunya saat mbonceng ojek sepeda si Jayus. Sebaliknya si Jayus, dia juga termasuk banyak omong. Dia ceritakan kalau si Nem, babu Koh Abong demen banget nyiumin kontolnya. Dia enyotin kontolnya hingga pejuhnya muncrat ke mulutnya. Dia telan tuh pejuh, nggak ada sisanya.
Bahkan dia juga cerita kalau Enci’nya (bininya) Koh Abong suka
mencuri-curi pandang, dan menaik-naikkan alisnya kapan pandangannya berbenturan dengan mata Jayus. Dia lagi cari kesempetan atau alasan bagaimana bisa ketemu empat mata tanpa dilihat lakinya.
Lain lagi Dety, orang Menado yang lakinya kerja di kapal yang hanya 6 bulan sekali lakinya pulang dari laut, itupun tidak lebih dari 1 minggu. Dety berbisik sama Atun temen gosipannya, ‘Uhh Tuunn, gue mau klenger deh rasanya’, suatu pagi dia buka omongan, ‘Kenape emangnya?’, Tanya Atun balik dengan logat Betawinya yang kental. ‘Gua baru ngrasain deh. Tuh kontol Jayus yang sedepa (mau cerita betapa panjangnya) bener-bener bikin semaput’. Kemudian dia ceritakan bagaimana tanpa sengaja suatu siang si Jayus kencing di kebon samping rumahnya. Sebagai perempuan yang kesepian karena jarang dapat sentuhan lakinya, dia iseng ngintip dari balik pohon angsana dekat dapurnya. Dia lihat saat Jayus merogoh celananya dan menarik kontolnya keluar. Dety bilang napasnya langsung nyesek. Dia plintirin pentilnya sembari ngintip Jayus kencing. Dia mengkhayal, ‘.. coba aku yang dia kencingin.. hhuuhh..’. Dan beberapa menit sesudah Jayus meninggalkan tempat, dengan gaya yang tidak
memancing perhatian orang dia nyamperin tuh tempat kencingnya Jayus.

Bagian terakhir ini dan selanjutnya nggak dia ceritakan sama si Atun. Dia amati batang pohon mangga yang dikencinginnya. Basah. Air liur Dety menetes keluar, jakunnya naik turun. Darahnya tersirap. Dan tanpa bi
sa menahan diri, tahu-tahu tangan kanannya sudah nyamperin tuh yang basah di batang pohon. Diusapnya basah kencing si Jayus di pohon itu. Matanya nglirik kanan-kiri-depan nggak ada orang lain, dia endus tuh basah ditangannya itu. Wuu.. pesing banget. Kemudian lidahnya menjulur menjilati basah kencing Jayus itu. Eddaann.. Semua cerita-cerita itu terus terang membuat aku dipenuhi setumpuk obsesi. Kapan memekku diterobosi kontolnya?! Dan dari kepalaku mengalir berbagai gagasan untuk menjebak Jayus. Dan kalau sudah begini, mataku menerawang. Aku pengin jilatin batangnya, bijih pelernya sampai dia teriak-teriak keenakkan. Aku akan ciumin pentilnya. Kemudian ketiaknya. Aku akan jilatin semua lubang-lubang bagian tubuhnya. Wwwuu.. nafsu libidoku.. kenapa liar begini ssiihh..?!
Suatu sore, karena ada beberapa bumbu dapur yang habis, aku pergi ke warung langgananku di pasar. Aku pikir jalan sih nggak begitu jauh saat tiba-tiba Jayus dari arah belakangku naik sepeda ojeknya nawarin, ‘Kemana bu? Saya anter?’. Terus terang aku langsung terkesiap dan ..gagap..,’Eehh kang Jayus (begitulah aku biasa memanggil orang lain akang atau kang sebagai tanda hormatku) ..eehh, ..bb ..boleehh, ..mau ke warung langganan nihh’. seperti kebo yang dicocok hidungnya, aku nyamperin jok belakang sepedanya, naruh pantat di boncengan sepeda si
Jayus.
Seketika aku diserang obsesiku. Sementara Jayus nggenjot sepeda, agar tidak jatuh tanganku berpegangan pada sadel yang tentu saja menyentuh bokongnya. Ada setrum yang langsung menyerang jantungku. Deg, deg, deg. Aku dekatkan wajahku ke punggungnya hingga aku cium bau keringatnya.
‘Narik dari jam berapa mas?’, aku buka omongan, ‘Yaah nggak tentu bu. Hari ini saya mulai keluar jam 10.00 pagi. Soalnya pagi-pagi tadi tetangga minta bantu pasang kran air. PAM-nya nggak mau keluar’.
Wwaaoo.., tiba-tiba ada ide yang melintas!
‘Apa yang nggak mau keluar ..?’, nada bicaraku agak aku bengkokkan.
‘Kenapa nggak mau keluar ..?’, untuk lebih memperjelas nada bicaraku yang pertama. Jawabannya nggak begitu aku dengar karena ramainya jalanan.
‘Ooo.., kirain apaan yangg.. nggakk keluarr..’. Dan tanpa aku sadari sepenuhnya, tanganku menjadi agresif, menepuki paha Jayus. ‘Kirain barang Mas Jayus yang ini nggak mau keluar’, mulutkupun tak lagi bisa kukendalikan dengan sedikit aku iringi sedikit ha ha hi hi.
‘Aahh, ibuu, ntarr dilihat orang lhoo’, sepertinya dia menegor aku.
Kepalang basah, ‘Habiiss.., orang-orang pada ngomongin ini ssiihh..’, aku sambung omongan sambil tanganku lebih berani lagi, menepuki bagian bawah perutnya yang naik turun karena kaki-kakinya menggenjot sepeda. Dalam hatiku, kapan lagi kesempatan macam ini datang.
‘Siapa yang ngomoong buu..??’, dia balik tanya tapi nggak lagi ada tegoran dari mulutnya. Dan tanganku yang sudah berada di bagian depan celananya ini nggak lagi aku tarik. Bahkan aku kemudian mengelusi dan juga memijat-mijat tonjolan celananya itu. Aku tahu persis nggak akan dilihat orang, karena posisi itu adalah biasa bagi setiap orang yang mbonceng sepeda agar tidak terlempar dari boncengannya.
‘Ibu berani banget nih, n’tar dilihat orang terus nyampai-in ke bapak lho buu’. Aku tidak menanggapi kecuali tanganku yang makin getol meremas-remas dan memijat. Dan aku rasakan dalam celana itu semakin membesar. Kontol Jayus ngaceng. Aku geragapan, gemetar, deg-degan campur aduk menjadi satu. ‘Mas Jayuuss..’, suaraku sesak lirihh. ‘Bbuu.., aku ngaceng buu..’. Ooohh, obsesiku kesampaian.., dan aku jawab dengan remasan yang lebih keras.
Terus terang, aku belum pernah melakukan macam ini. Menjadi perempuan dengan penuh nafsu birahi menyerang lelaki. Bahkan sebagai istri yang selama ini cinta dan dicintai oleh suaminya. Dan nggak perlu diragukan, bahwa suamiku juga mampu memberi kepuasan seks setiap aku bersebadan dengannya.
Tetapi juga nggak diragukan pula bahwa aku ini termasuk perempuan yang selalu kehausan. Tidak jarang aku melakukan masturbasi sesaat sesudah bersebadan dengan suamiku. Biasanya suamiku langsung tertidur begitu habis bergaul. Pada saat seperti itu birahiku mengajak aku menerawang. Aku bayangkan banyak lelaki. Kadang-kadang terbayang segerombolan kuli pelabuhan dengan badan dan ototnya yang kekar-kekar. Telanjang dada dengan celana pendek menunjukkan kilap keringatnya pada bukit-bukit dadanya. Mereka ini seakan-akan sedang menunggu giliran untuk aku isepin dan kulum kontol-kontolnya. Wwoo, khayalan macam itu mempercepat nafsuku
bangkit.
‘Kang Jayus, aku pengin ditidurin akang lho’, aku bener-bener menjadi pengemis. Pengemis birahi.
‘Jangan bu, ibu khan banyak dikenalin orang di sini’, jawabnya, yang justru membuat aku makin terbakar. ‘Kita cari tempat, nanti aku yang bayarin’, kejarku. ‘Dimana bu, aku nggak pernah tahu’. Iyyaa, tentu saja Jayus nggak pernah mikir untuk nyewa kamar hotel. Klas ekonominya tukang ojek sepeda khan kumuh banget.
Saat nyampai di warung tujuan aku turun dari sepedanya, ‘Kang Jayus tungguin saya yah’, biar nanti aku kasih tahu kemana mencari tempat yang aman dan nyaman untuk acara bersama ini.
‘Nih tempatnya yang kang Jayus tanyain tadi, barusan aku pinjem pensil enciknya (pemilik warung) dan aku tulis tuh alamat hotel yang pernah aku nginap bersama suami saat nemenin saudara yang datang dari Surabaya.
‘Maapin bu, saya nggak bisa baca’, ahh.. aku baru ingat kalau dia buta huruf.., konyol banget nih. ‘OK kang, gini aja, besok akang tunggu saja aku di halte bis depan sekolah SD Mawar, tahu? Jam 10 pagi, OK?’, dia ngangguk bengong. Walaupun nggak bisa baca rupanya dia tahu apa artinya ‘OK’.
‘Tt.. tapi bu.., n’tar ada yang ngliatin, n’tar diaduin ke suami ibu,
n’tar..’, rupanya dia belum juga mengambil keputusan. Keputusan nekad.
Ampuunn.. Aku jadinya nggak sabar. ‘Udahlah kang, ayyoo, sambil jalan..’, sementara hari udah mulai gelap, lampu jalanan sudah menyala. Pada jam begini orang-orang sibuk, kebanyakan mereka yang baru pulang kerja.
Kembali aku duduk di boncengan sepedanya. Dan kembali aku langsung merangkul pinggangnya hingga tanganku mencapai bagian depan celananya. Rupanya kontol Jayus udah ngaceng. Tangankupun langsung meremasi gundukkan di celananya itu. ‘Bbuu, enaakk..’, dia mendesah berbisik. ‘Makanya aayyoo kang.., aku juga pengin ini banget..’, jawabku sambbil memijat gundukkan itu.
Beberapa saat kami saling terdiam, saling menikmati apa yang sedang berlangsung. ‘Buu, bagaimana kalau ketempat lain aja yang gampang bu??’, wwoo.. aku berbingar. Rupanya sambil jalan ini Jayus mikirin tempat. ‘Dimana?’, tanyaku penuh nafsu, ‘Di rumah kontrakan temen saya, kebetulan lagi kosong, yang punya rumah lagi mudik, lagian kebonnya lebar, nggak akan ada yang ngliatin, apa lagi gelap begini’.
‘Jadi kang Jayus maunya sekarang ini?’, aku agak terperangah, nggak begitu siap, n’tar suamiku nyariin lagi. ‘Habis kapan lagi bu? Sekarang atau besok-besok sama saja, lagian besok-besok mungkin di rumah itu udah ramai, pemiliknya udah pulang lagi’. Kalau menyangkut nafsu birahi rupanya Jayus ini nggak begitu bodoh. Cukup lama sebelum akhirnya aku menjawab, ‘Ayyolahh..’, sepeda ojek langsung berbalik, beberapa kali berbelok-belok masuk gang-gang kumuh. Nampaknya orang-orang ramai
sepanjang jalan nggak mau ngurusin urusan orang lain. Mereka nampak tidak acuh saat kami melewatinya.
Kemudian sepeda ini nyeberangin lapangan yang luas dibawah tiang tegangan tinggi sebelum masuk rumah kontrakkan yang diceritakan Jayus tadi. Di depan tanaman pagar yang rapat ada pintu halaman dari anyaman ambu, kami berhenti. Dari dalam ada orang yang bergegas keluar, ‘Min, ini mpok gua, baru dateng dari Cirebon, numpang istirahat sebentar sebelum nerusin ke Bekasi, rumah mertuanya. N’tar aku nggak pulang mau ngantar ke Bekasi ya?!’, aahh.., lihai banget nih Jayus, ngibulnya bener-bener penuh fantasi.. Aku salaman sama ‘Min’ tadi. Saat bersalaman, salah satu jarinya dia selipkan ke telapak tanganku kemudian mengutiknya. Kurang ajar, batinku, rupanya dia tahu kalau si Jayus sekedar ngibul. Rupanya cara macam ini sudah saling mereka kenali. Rupanya kibulan tadi justru untuk aku. Untuk menyakinkan aku bahwa tempat ini aman untukku.
‘Ayo bu, istrirahat dulu, mandi-mandi dulu, n’tar aku ikut ke Bekasi,
biar nggak nyasar-nyasar’, uuhh..tukang kibulku.. yang.. sebentar lagi akan aku jilati kontolnya.. Dan memang aku sudah jadi perempuan yang nekad, pokoknya harus bisa merasakan ngentot sama Jayus. Dan sekarang ini kesempatanya. Masa bodo dengan segala kibulan Jayus, masa bodo dengan tangan usil si ‘Min’ tadi.
Nggak tahunya aku dibawa ke loteng. Dengan tangga yang nyaris tegak aku mengikuti Jayus memasuki ruangan yang sempit berlantai papan dengan nampak bolong sana-sini. Dalam ruangan tanpa plafon hingga gentingnya yang rendah itu hampir menyentuh kepala, kulihat tikar tergelar. Dan nampak bantal tipis kusam di ujung sana. Kuletakkan barang bawaanku.
Tanpa menunggu ba bi Bu lagi Jayus langsung menerkam aku. Tangannya langsung memerasi bokongku kemudian susu-susuku. Akupun langsung mendesah.. Birahiku bergolak.. Darahku memacu..Aku menjadi sangat kehausan.. Tanganku langsung membuka kancing celana Jayus kemudian memerosotkannya. Dalam dekapan dan setengah gelagapan yang disebabkan kuluman bibir Jayus, aku merabai selangkangannya. Kontol
yang benar-benar gede dan panjang ini kini dalam genggaman tanganku. Aku keras dan liatnya, denyut-denyutnya. Kontol yang hanya terbungkus celana dalam tipis hingga hangatnya aku rasakan dari setiap elusan tangan kananku. Kami saling melumat. ‘Bbuu, aku nafsu bangett bbuu..’, aku dengar bisikan desah Jayus di telingaku. Hhheehh..
Kemudian tangan Jayus menekan pundakku supaya aku rebah ke tikar yang tersedia. Terus kami bergumul, dia menaiki tubuhku tanpa melepaskan pagutannya. Dan tanganku merangkul erat tubuhnya. Kemudian dia balik hingga tubuhku ganti yang menindih tubuhnya. Aku terus melumatinya. Lidahnya yang menjulur kusedoti. Ludahku di-isep-isep-nya.
‘Bbbuu, aayyoo ..aku udah nggak tahan nihh..’. Sama. Nafsu liarku juga sudah nggak terbendung. Aku prosotkan sendiri celana dalamku tanpa mencopot roknya. Sementara itu ciuman Jayus telah meruyak ke buah dadaku. Wwwuu.. Aku menggelinjang dengan amat sangat. Bulu-bulu bewok dan kumis yang tercukur rasanya seperti amplas yang menggosoki kulit halus dadaku.
Dalam waktu yang singkat berikutnya kami telah sama-sama telanjang bulat. Jayus menindih tubuhku. Dan aku telah siap menerima penetrasi kontolnya ke vaginaku. Aku telah membuka lebar-lebar selangkanganku menyilahkan kontol gede Jayus itu memulai serangan. Saat ujung kemaluannya menyentuh bibir vaginaku, wwuuhh ..rasanya selangit. Aku langsung mengegoskan pantatku menjemput kontol itu agar langsung menembusi kemaluanku. Sungguh aku menunggu tusukkan batang panas itu agar kegatalan vaginaku terobati.
Agak kasar tapi membuatku sangat nikmat, Jayus mendorong dengan keras kontolnya menerobos lubang kemaluanku yang sempit sekaligus dalam keadaan mencengkeram karena birahiku yang memuncak. Cairan-cairan pelumas yang keluar dari kemaluanku tidak banyak membantu. Rasa pedih perih menyeruak saraf-saraf di dinding vaginaku. Tetapi itu hanya sesaat..
Begitu Jayus mulai menaik turunkan pantatnya untuk mendorong dan menarik kontolnya di luang kemaluanku, rasa pedih perih itu langsung berubah menjadi kenikmatan tak bertara. Aku menjerit kecil.. tetapi desahan bibirku tak bisa kubendung. Aku meracau kenikmatan, ‘Enak banget kontolmu kang Jayuss.. aacchh.. nikmatnyaa.. kontolmu Jayuss.. oohh.. teruusszzhh.. teruuzzhh.., uuhh gede bangett yaahh.. kangg.. kangg enakk..’
Genjotan Jayus semakin kenceng. Bukit bokongnya kulihat naik turun demikian cepat seperti mesin pompa air di kampung. Dan saraf-saraf vaginaku yang semakin mengencang menimbulkan kenikmatan tak terhingga bagiku dan pasti juga bagi si Jayus. Dia menceloteh, ‘Uuuhh buu, sempit banget nonokmuu ..buu.., sempit bangeett.. bbuu enaakk bangett..’. Dan lebih edan lagi, lantai papan loteng itupun nggak kalah berisiknya. Aku bayangkan pasti si ‘Min’ dibawah sono kelimpungan nggak keruan. Mungkin saja dia langsung ngelocok kontolnya sendiri (onani).
Terus terang aku sangat tersanjung oleh celotehannya itu. Dan itu
semangatku melonjak. Pantatku bergoyang keras mengimbangi tusukkan mautnya kontol Jayus. Dan lantai papan ini .. berisiknyaa.. minta ampun!
Percepatan frekwensi genjotan kontol dan goyangan pantatku dengan cepat menggiring orgasmeku hingga ke ambang tumpah, ‘Kang .. kang.. kang..kang.. aku mau keluarrcchh.. keluarrcchh.. aacchh..’, aku histeris. Ternyata demikian pula kang Jayus. Genjotan terakhir yang cepatnya tak terperikan rupanya mendorong berliter-liter air maninya tumpah membanjiri kemaluanku. Keringat kami tak lagi terbendung, ngocor.
Kemudian semuanya jadi lengang. Yang terdengar bunyi nafas ngos-ngosan dari kami. Dari jauh kudengar suara kodok, mungkin dari genangan air comberan di kebon.
Aku tersedar. Dirumah pasti suamiku gelisah. ‘Kang Jayus, aku mesti cepet pulang nih ..’, Dia hanya melenguh ‘..hheehh..’. Kulihat kontolnya ternyata masih tegak kaku keluar dari rimbunan hitam jembutnya menjulang ke langit. Apa mungkin dia belum puas?? Aku khawatir kemalaman nih. ‘Ayyoo kang, pulang dulu.., kapan-kapan kita main lagi yaahh ..’.Jayus bukannya bangun. Dia berbalik miring sambil tangannya memeluk tubuhku mulutnya dia tempelkan ke pipiki dan berbisik, ‘Buu, aku masih kepingin..’, ‘Nggak ah.., aku kan takut kemalaman, nanti suamiku nyariin
lagi’. ‘Jangan khawatir bu.. Sebentar saja.. Aku pengin ibu mau ngisepin kontolku. Kalau diisepin cepat koq keluarnya dan aku cepat puas. Lihat aja nih, dianya nggak mau lemes-lemes. Dia nunggu bibir ibu nihh..’. Jayus menunjukkan kontolnya yang gede panjang dalam keadaan ngaceng itu.
‘Ayyoo dong buu.., kasian khan .., bbuu..?!’. Dia mengakhiri omongannya sambil bangkit, menggeser tubuhnya, berdiri kemudian ngangkangin dadaku lantas jongkok. Posisi kontolnya tepat di wajahku. Bahkan tepat di depan bibirku. ‘Aayyoo buu, isepin duluu.., ayyoo buu, ciumin, jilat-jilat..’.
Aku jadi nggak berkutik. Aku pikir, biarlah, OK-lah, supaya cepat beres dan cepat pulang.
Kuraih kontol itu, kugenggam dan kubawa kemulutku. Aku jilatin kepalanya yang basah oleh spermanya sendiri tadi. Aku rasain lubang kencingnya dengan ujung lidahku. ‘Aammpuunn.. Enakkbangett..’, Jayus langsung teriak kegatalan.
Sambil tanganku mempermainkan bijih pelernya, kontol itu aku enyotin dan jilatin. Rupanya Jayus ingin aku cepat mengulumnya. Dan dia kembali mulai memompa. Kali ini bukan memekku tetapi mulutku yang dia pompa. Pelan-pelan tetapi teratur. Dan aku.., uuhh.. merasakan kontol gede dalam rongga mulutku.., rasa asin, amis, pesing dan asem berbaur yang keluar dari selangkangan, jembutnya, bijih pelernya.., nafsuku kembali hadir.
Dan pompa Jayus mencepat. Aku mesti menahan dengan tanganku agar kontol itu tidak menyodok tenggorokanku yang akan membuatku tersedak. Tidak lama .. Tiba-tiba Jayus menarik kontolnya dan tangan kanannya langsung mengocoknya dengan cepat persis didepan muluku. ‘Ayoo bu, minum pejuhku.. Buu, ayo makan nih kontolkuu.. Ayoo buu..minumm..buu.. Bbbuu..’, kocokkan itu makin cepat. Dan reflekku adalah membuka mulut
dan menjulurkan lidahku. Aku memang pengin banget, memang menjadi obsesiku, aku pengin minum sperma si Jayus. Dan sekarang .. Entah berapa banyak sperma Jayus yang tumpah kali ini. Kurasakan langsung ke mulutku ada sekitar banyak kali muncratan. Dan aku berusaha nggak ada setetespun yang tercecer. Uuuhh.., aku baru merasakan. Gurihnya sperma Jayus mengingatkan aku pada rasa telor ayam kampung yang putih dan kuningnya telah diaduk menjadi satu. Ada gurih, ada asin, ada
tawarnya.. dan lendir-lendir itu ..nikmatnyaa..
Saat pulang kuselipkan dalam genggaman si ‘Min’ lembaran Rp. 50 ribu. Mungkin semacam ongkos bungkam. Dia dengan senang menerimanya. Tak ada lagi jari ngutik-utik telapak tanganku.
Jayus menurunkan aku di belokkan arah rumahku. Aku beri Jayus lembaran Rp. 100 ribu, tetapi dia menolak, ‘Jangan bu, kita khan sama-sama menikmati.., dan terserah ibu.., kalau ibu mau, kapan saja saya mau juga.. Tetapi saya nggak akan pernah mencari-cari ibu, pemali, n’tar jadi gangguan, nggak enak sama bapaknya khan?!’. Wah.., dia bisa menjaga dirinya dan sekaligus menjaga orang lain. Aku senang. Sesampai di rumah ternyata suamiku tidak gelisah menunggu istrinya.
Kebetulan ada tamunya, tetangga sebelah teman main catur. Aku cepat tanggap, ‘Udah dibikinin kopi belum pak?!’ ..yang terdengar kemudian .. Skak!
Wonosobo, Maret 2003

Selasa, 10 Juni 2014

Hilangnya Keperjakaanku


Ayahku adalah seorang Kepala Sekolah Dasar dan Ibuku adalah seorang Guru Agama di salah satu MTs di Kota P, sebuah kota kecil di wilayah E - Jawa Tengah, jadi bisa dibayangkan betapa ketat mereka mendidik anak-anaknya dalam hal keagamaan. Setiap sore aku wajib mengaji di sebuah langgar di kampungku agar jiwa keagamaan terpateri dalam jiwaku. Itulah keadaanku.
Kurang lebih tiga belas tahun yang lalu saat aku jadi pengangguran setelah gagal mengikuti UMPTN, aku merantau ke Jakarta untuk mencari kerja sambil menunggu kesempatan untuk ikut UMPTN berikutnya. Selama di Jakarta aku menumpang ditempat kontrakan kakakku yang juga masih bujangan, yang saat itu sudah bekerja.

Sekian lama di Jakarta rupanya keberuntungan belum berpihak kepadaku, sehingga akhirnya aku memutuskan untuk pulang kampung. Soalnya kupikir mending jadi pengangguran di kampung sendiri daripada lontang-lantung di kota orang.
“Mas..!! Aku besok mau pulang saja ke P,” aku minta ijin kakakku malam harinya setelah ia istirahat.
“Lho, ngapain pulang? Kan mending di sini dulu, sambil nyari-nyari kerja. Siapa tahu sebentar lagi dapat kerjaan.”
“Ah enggak enak nganggur terus di sini Mas. Mending nganggur di P aja. Banyak temannya. Di sini lontang-lantung sendirian enggak enak.”
“Ya sudah kalau maumu begitu.”
Akhirnya kakakku tidak bisa berbuat banyak dan membiarkan aku pulang ke Kota P keesokan harinya. Siang itu aku sudah berangkat dari Grogol, tempat kontrakkan kakakku ke arah Pulo Gadung untuk pulang kampung dengan bus malam. Akhirnya aku memperoleh bus yang lumayan longgar, karena memang penumpangnya sedikit. Aku memilih bangku yang isi 2 dibelakang dekat pintu belakang. Karena kebetulan tempat itulah yang masih kosong. Lainnya sudah terisi walau cuma satu-satu. Aku tidak ingin duduk dengan orang yang tidak kukenal karena aku memang agak kurang bisa bergaul.
Bus berangkat dari Pulo Gadung dengan banyak bangku yang masih kosong. Begitu sampai Cakung, bus berhenti lagi dan banyak sekali penumpang yang ikut naik. Salah satu yang kebetulan memilih duduk dikursi sebelahku adalah seorang perempuan yang kalau kutaksir mungkin umurnya sekitar 29 tahun-an. Saat itu aku masih baru 19 tahunan. Tubuhnya cukup tinggi untuk ukuran wanita Indonesia yaitu sekitar 160 Cm dengan bobot yang cukup proporsional. Tidak gemuk dan tidak pula terlalu kurus. Kulitnya putih bersih dengan potongan rambut pendek ala Demi Moore. Wajahnya tidak begitu cantik tapi cukup menarik untuk dipandang.
“Sini masih kosong dik??” tanyanya yang sempat mengagetkanku
“Ooh.. ap..apa mbak?”
“Bangku ini masih kosong enggak? Ngalamun ya?” ia mengulangi pertanyaannya sambil tersenyum.
“Oh iya mbak masih kosong kok!!”
“Enggak mengganggu kan kalau aku duduk disini?”
“Oh..eh..enggak apa-apa mbak!!”
Akhirnya perempuan itu duduk di sebelahku. Yach, walaupun tidak begitu cantik namun orangnya putih bersih. Dalam hati aku sempat bersorak juga, aku pikir ini mungkin rejeki juga soalnya masih banyak kursi kosong eh, kok perempuan ini malah memilih duduk di kursi paling belakang. Dan dasar aku yang sulit bergaul, aku jadi cuma berani mencuri-curi pandang kearahnya tanpa berani memulai percakapan. Hatiku dag-dig-dug tak karuan soalnya gugup kalau berdekatan dengan perempuan yang belum kukenal.

Rupanya lama-lama perempuan itu tahu juga kalau aku selalu mencuri-curi pandang kearahnya. Karena pas aku lagi melirik kearahnya, tiba-tiba ia menengok kearahku sambil tersenyum. Plos! Aku tak sanggup berkata apa-apa saking gugupnya karena ketahuan telah mencuri-curi pandang.

“Kenapa dik? Ada yang salah dengan diriku?”
“Eh..oh.. enggak apa-apa kok mbak,” jawabku gugup.
“Lho dari tadi Mbak amati kamu selalu mencuri-curi pandang padaku memangnya kenapa?” ia masih tersenyum.
“Ah, eng..enggak kok mbak. Saya memang suka grogi kalau berdekatan dengan wanita yang belum kenal kok mbak.”
“Ooo.. begitu ya. Eh, ngomong-ngomong adik ini mau kemana?”
“Saya mau pulang ke Kota P, mbak! Nah kalau mbak sendiri mau kemana?” tanyaku agak berani setelah percakapan mulai terbuka.
“Sama dik! Saya juga mau ke Kota P, tepatnya ke K. Adik P-nya di mana?”
“Sa.. saya di kotanya mbak!”
“Kalau di kotanya.. kenal sama mbak I enggak? Dia itu anaknya pak S yang jadi Kepala SD di K. Dia juga rumahnya di kota-nya.”
“Ooh, mbak I yang dulu pernah jadi juara bintang radio ya mbak?
Kalau itu sich saya kenal banget, wong itu kakakku yang paling besar kok. Dan dia sekarang malah tinggal di Jakarta ikut suaminya. Sekarang dia ngajar di salah satu SMUN di Halim.”
“Ooh jadi adik ini adiknya mbak I ya? Kok saya dulu waktu main ke rumah mbak I nggak pernah ketemu adik?”
Setelah melalui percakapan yang panjang akhirnya aku tahu namanya adalah mbak Yn dan bekerja di Instansi Keuangan di bilangan Kalibata Jakarta Selatan. Ia kebetulan pada saat itu mau pulang untuk cuti selama dua minggu. Dari percakapan itulah aku juga tahu bahwa ia sudah menjadi janda karena suaminya kawin lagi dan ia memilih cerai daripada dimadu. Ia berumur 29 tahun saat itu dan sudah memiliki seorang anak perempuan yang baru berumur 5 tahun yang tinggal dengan Bapak Ibunya mbak Yn di K.
Kami berdua semakin akrab, karena mbak Yn memang orangnya supel dan pintar bicara. Pada saat ia mengeluarkan kue kering untuk dibagikan padaku, tanpa sengaja tanganku dipegangnya. Badanku mulai gemetar tak tahu apa yang harus kulakukan, sehingga aku tetap memegang tangannya yang halus walaupun kue-nya telah kupegang dengan tangan yang satunya. Tanpa sadar kami masih berpegangan tangan untuk beberapa saat dalam kegelapan bus malam yang melaju kencang menembus kegelapan malam.
Tanpa kata-kata kami saling meremas jemari masing-masing dalam kegelapan, karena memang lampu bus telah dimatikan. Hatiku semakin berdebar tak karuan. Apalagi saat kulirik ia juga menengok ke arahku sambil tersenyum. Aku malu sekali, ingin kulepaskan tangannya, tetapi justru ia semakin erat menggenggam jemariku. Bahkan ia menyenderkan tubuhnya ke badanku. Aku semakin gemetar dan panas dingin dibuatnya.
“Dik Gaber kenapa? Kok gemeteran sih?”
“Eh.. oh.. enggak kenapa-kenapa kok mbak!”
“Memang dik Gaber belum pernah punya pacar?”
“Sudah pernah sich mbak.. cuman cinta monyet. Biasa, cuman surat-suratan waktu SMA dulu,” gemeteranku semakin kelihatan dalam suaraku.
“Ooh, makanya gemeteran begini. Mbak ngantuk boleh tidur nyandar bahu dik Gaber khan?”
Tanpa menunggu jawaban dariku, mbak Yn telah menyandarkan kepalanya ke tubuhku. Aku yang duduk di dekat jendela jadi semakin terpojok. Entah disengaja atau tidak pada saat ia menyandarkan tubuhnya ketubuhku bagian dadanya yang empuk ketat menekan lenganku. Hal ini membuat aku yang belum pernah berdekatan dengan wanita menjadi sangat terangsang. Batang kemaluanku mulai menggeliat bangun dan mengeras yang menimbulkan rasa sakit karena terjepit celana jeans-ku yang ketat. Kemudian tanganku dilingkarkan kepundaknya dan sekarang ia menyandar di dadaku dengan tangan yang bebas memelukku.
Udara malam yang dingin semakin membuat kami terlena dalam kehangatan saling berpelukan. Apalagi suasana bus yang gelap sangat berpihak pada kami. Tangan mbak Yn bergerak perlahan menyusur tulang iga-ku dan bergerak terus ke atas ke bawah. Aku yang merasa kegelian dan terangsang bercampur aduk jadi satu menjadi sesak napasku. Ia terus menggerakkan tangannya sampai akhirnya ia pun memegang tanganku yang satunya dan dibimbingnya ke arah dadanya. Dengan rasa penasaran dan takut kubiarkan saja apa yang dilakukannya. Aku membiarkan saja tanganku dibimbing kearah dadanya yang kalau kulihat dari kaus yang dikenakannya besarnya sedang. Begitu menyentuh tonjolan bukit yang membusung di balik kaos mbak Yn, tanganku ditekannya. Aku mengikuti saja apa yang dilakukan oleh mbak Yn. Karena belum tahu apa yang musti dilakukan dalam menghadapi situasi semacam ini, tanganku hanya bergerak menekan-nekan seperti apa yang dibimbing mbak Yn tadi.
Sementara itu tangan mbak Yn sudah mulai berpindah. Sekarang tangannya mengelus lututku kearah atas dan balik lagi ke bawah sehingga membuat batang kemaluanku yang kencang menjadi semakin sakit karena terjepit celanaku yang ketat. Aku menggeser kakiku untuk memperbaiki posisi batang kemaluanku yang terjepit celana dangan merenggangkan kedua kakiku agak terbuka. Hal ini membuat tangan mbak Yn semakin leluasa bergerak menyusur paha ku di bagian dalam hingga keselangkanganku dan menekannya dengan lembut begitu tangannya berada di atas bagian celanaku yang menonjol. Napasku semakin sesak mendapat perlakuan yang seumur hidupku baru kurasakan ini. Apalagi kemudian tangan mbak Yn seolah-olah memijat dan meremas batang kemaluanku yang sudah sangat kencang dari luar celana jeans-ku. Sementara tanganku tanpa sadar sudah mulai meremas-remas kedua bukit payudara mbak Yn bergantian dengan gemasnya.
“Sekarang sabuk dik Gaber dilonggarkan,” bisik mbak Yn.
“Ken.. kenapa mbak??” bisikku kaget.
“Kalau kencang begini kan ini-nya bisa kesakitan,” kata mbak Yn sambil menekan batang kemaluanku dari luar.
Seperti kerbau dicucuk hidungnya aku nurut saja apa yang dikatakan mbak Yn. Kulonggarkan sabukku dan duduk dengan posisi seperti semula. Aku yang semula penakut sekarang menjadi lebih berani. Dengan tabah kutelusupkan tanganku kedalam kaos mbak Yn lewat bawah, kemudian merayap mengelus perutnya yang halus ke atas dan terus keatas hingga berhenti di atas bra mbak Yn yang lembut. Tangan mbak Yn bergerak ke balik punggungnya dan tiba-tiba kurasakan kain penutup bukit payudara mbak Yn jadi longgar. Rupanya tadi mbak Yn membuka kait bra-nya yang ada di belakang. Aku jadi leluasa bergerak meremas dan mengelus kedua bukit payudaranya yang kenyal dan halus silih berganti. Serasa mendapat mainan baru aku dengan gemas dan antusias meremas, mengelus dan meraba-raba kedua tonjolan bukit payudara mbak Yn yang kenyal dan halus itu.
“Mmhhh,” napas mbak Yn kudengar mulai memburu saat dengan gemas putting payudaranya yang mulai mengeras itu kupelintir dengan jepitan telunjuk dan ibu jariku. Lalu aku sendiri merasakan sekarang tangan mbak Yn mulai menarik ritsluiting celana jeans-ku dan menyusupkan tangannya kebalik CD-ku. Napasku tertahan dan badanku semakin panas dingin saat tangan mbak Yn yang lembut mulai menyelusup ke dalam CD-ku dan mengusap rambut yang tumbuh di sekitar kemaluanku. Tanganku semakin liar meremas dan meraba kedua bukit kembar di dada mbak Yn, ketika kurasakan ada sesuatu yang meledak-ledak dan mendorong di bawah pusarku karena tangan mbak Yn yang hangat dan lembut kini sudah mulai mengusap dan meremas batang kemaluanku dengan lembut.
Mungkin mbak Yn yang sudah berpengalaman mengetahui keadaanku hingga semakin kencang meremas dan mengurut batang kemaluanku yang sudah sangat kencang. Napasku seolah terhenti, dan mataku erat terpejam saat kurasakan sesuatu yang mendesak di perut bagian bawahku tidak dapat kutahan lagi dan meledak. Badanku serasa mengawang dan kurasakan suatu kenikmatan yang belum pernah kurasakan saat rasa ingin kencing yang tidak dapat kutahan lagi keluar dan membasahi tangan lembut mbak Yn. Crrrtt! Cratt!
“Ahhh!”, tanpa sadar aku melenguh. Aku jadi malu sekali pada mbak Yn.
“Enak dik??” bisik mbak Yn mesra.
“Ah, mbak Yn. Saya jadi malu karena mengotori tangan mbak.”
“Enggak apa-apa kok. Memang dik Gaber belum pernah keluar itu-nya?”
“Kalau onani sendiri sich pernah mbak, tapi kalau yang begini, be.. belum mbak…”
“Terus kalau tidur sama cewek sudah pernah belum?”
“Be.. belum mbak. Saya enggak berani.”
“Nah kalau belum pernah dan ingin merasakan tidur dengan cewek, nanti kita bisa nginap dulu sebelum pulang. Dik Gaber mau enggak?”
“Ah, sa.. saya takut mbak!”
“Lho, takut sama siapa? Kan mbak enggak nggigit, malah bikin kamu keenakan iya kan?”
Aku terdiam karena tidak tahu musti menjawab apa. Di sisi lain aku ingin dan penasaran sekali merasakan bagaimana rasanya tidur dengan cewek, sementara di sisi lain aku merasa takut pada apa. Entahlah aku tidak tahu. Mungkin dogma agama yang telah tertanam dalam diriku bahwa tidur dengan perempuan yang bukan muhrimnya adalah zina, membuat rasa takutku timbul. Lama aku bergulat dalam pikiranku antara ya dan tidak, tetapi rupanya syeitan telah keluar sebagai pemenangnya. Kediamanku ternyata dianggap sebagai persetujuanku.
Bus kami sampai ke Kota P dini hari. Pukul 03.00 bus kami sudah masuk terminal. Sementara untuk pulang harus berganti bus lagi dan belum ada bus yang ke kotaku yang berangkat. Apalagi mbak Yn yang dari kotaku masih harus naik angkutan pedesaan lagi, jadi cukup beralasan kalau kami akhirnya memutuskan untuk menginap. Kami pun akhirnya mencari penginapan yang banyak bertebaran di sekitar terminal.
Singkat cerita kami pun check-in satu kamar. Kemudian aku langsung masuk kamar mandi dan mandi karena risi CD-ku basah sekali oleh air maniku sendiri setelah di bus tadi aku sempat mengalami orgasme karena dikerjain mbak Yn. Selagi mandi tiba-tiba mbak Yn masuk ke kamar mandi dengan tanpa sehelai kain pun menutupi tubuhnya yang putih. Aku terkesiap. Mataku melotot menyaksikan pemandangan luar biasa yang baru seumur-umur kulihat ini. Tubuhnya yang polos berdiri di depan mataku tanpa ada rasa sungkan sama sekali. Kulitnya putih bersih, perutnya yang cukup rata tanpa guratan bekas melahirkan kelihatan serasi dengan tonjolan bukit payudara-nya yang sedang besarnya yang masih kencang menggantung di dada mbak Yn. Putingnya kulihat besar dan berwarna agak kecoklatan. Sementara di bagian bawah perutnya tampak tonjolan bukit yang lebat ditumbuhi bulu-bulu hitam yang sangat lebat. Sehingga kulihat sangat kontras sekali perpaduan antara kulitnya yang putih bersih tanpa cacat berpadu dengan sebentuk warna hitam yang terpusat di bawah perutnya.
Aku masih melongo saat ia memencet hidungku sambil tersenyum dan mengatakan ingin ikut mandi sekalian.
“Aku mandi sekalian aja. Soalnya udah keburu ngantuk, biar tidurnya enak!” demikian ia berkilah.
“Ak.. aku malu mbak,” dalam hatiku sebenarnya senang soalnya ini adalah pertama kali aku dapat melihat tubuh wanita telanjang. Syeitan benar-benar telah memanangkan diriku. Yang kuingin pada saat itu adalah cuma rasa penasaran.
“Alaah.. pakai malu segala,” desisnya, “Ayo sini mbak mandiin.”
Aku diam saja karena tak mampu berkata-kata lagi. Kemudian mbak Yn mengambil sabun dan mulai menggosok tubuhku yang sudah basah dengan tangannya yang penuh sabun. Perlahan rasa nikmat itu menyerangku lagi saat tangan mbak Yn menggosok punggungku dengan sabun dan sebentar-sebentar tonjolan lembut dan hangat di dadanya menekan punggungku dari belakang saat ia menyabun dadaku dari arah belakang.
“Akhhh,” aku mendesah panjang saat mbak Yn dengan memelukku ketat dari belakang menyabun tubuhku bagian bawah, aku begitu terangsang. Di punggungku menempel ketat tonjolan bukit payudara yang lembut dan hangat, sedangkan selangkanganku digosok-gosok dan diurut tangan mbak Yn yang lembut. Kupejamkan mataku untuk menikmati sensasi yang luar biasa bagiku. Aku merasakan betapa batang kemaluanku yang sudah tegang berdenyut-denyut dalam genggaman tangan mbak Yn yang licin karena busa sabun. Ia terus mengurut-urut batang kemaluanku ke atas dan ke bawah dengan lembut dengan sesekali diselingi remasan di kantung buah zakarku. Napasku kian memburu dan desahanku kian kencang.
“Ouchh, shhhh, mbaaakkk.. ouchhhhh!” aku hampir saja merasakan adanya sesuatu yang mendesak hendak keluar dari bawah perutku. Dan mbak Yn yang rupanya sudah cukup berpengalaman tahu keadaanku hingga ia menghentikan aksinya.
“Sekarang gantian mbak yang dimandiin dong,” pinta mbak Yn tak berapa lama kemudian. Aku pun mengguyur tubuh telanjang mbak Yn dengan air dan kemudian tanganku dengan canggung mulai menyabuni punggungnya.
“Pelan-pelan dik, jangan takut,” bisiknya yang membuat keberanian dan rasa pede-ku mulai bangkit. Aku pun mulai meraba (menyabuni) punggung mbak Yn kemudian tanganku mulai berani nakal mulai turun ke pinggulnya, terus turun dan akhirnya dengan gemas tanganku mulai meremas sambil menyabuni buah pantat mbak Yn yang besar dan indah. Lalu setelah puas bermain-main dengan pantat mbak Yn, aku pun mengikuti gaya menyabun mbak Yn tadi. Tanganku merayap ke depan dan mulai menyabuni kedua buah gumpalan yang menggantung indah di dada mbak Yn. Dengan gemas kuurut bukit kembar itu sehingga putingnya mulai mengeras.
“Oohhhh, enaakkk diiik. Terusshhhh, shhhh!” mbak Yn mendesis-desis seperti orang kepedasan. Aku pun tak lupa menempelkan batang kemaluanku yang sudah mengencang sejak tadi ke tengah-tengah belahan buah pantat mbak Yn yang membuatku merasa sangat nikmat. Apalagi mbak Yn kemudian menggoyangkan pinggulnya menggeser dan semakin erat menekankan batang kemaluanku ditengah belahan kedua belah buah pantatnya yang licin karena sabun.
“Ouchh, ter.. ter.. ushh dik,” mbak Yn mendesis desis ketika tanganku mulai bergerak-gerak menyabuni gundukan bukit kecil yang lebat ditumbuhi rambut di selangkangan mbak Yn. Tubuhnya semakin liar bergerak menggeser batang kemaluanku yang terjepit di sela-sela bongkahan buah pantatnya. Tubuh kami yang licin sangat membantu pergerakan dan gesekan-gesekan tubuh kami. Hal ini membuat sensasi yang luar biasa bagi kami berdua. Batang kemaluanku yang terjepit diantara belahan buah pantat mbak Yn dan tubuhku sendiri semakin berdenyut denyut. Aku sudah tidak tahan lagi.
“Oochh.. mbaakkk aku su.. sudah tak ku.. aatthh mbaaak!” bisikku di telinganya. Mbak Yn pun menghentikan gerakannya dan memintaku untuk segera membersihkan tubuh kami dari sabun.
Beberapa siraman air dingin ternyata cukup untuk menolongku untuk tidak sampai mengeluarkan air maniku yang sudah mendesak-desak ingin disalurkan. Aku merasa agak cool walau pun batang kemaluanku masih tegak berdiri. Dan setelah selesai mengeringkan tubuh kami dengan handuk, mbak Yn segera menuntunku untuk menuju ke tempat tidur. Dengan masih bertelanjang bulat kami bergandengan tangan dan melemparkan tubuh kami ke tempat tidur double-bed yang empuk.
Kami berbaring saling bersebelahan. Mbak Yn yang sudah berpengalaman rupanya tahu bahwa aku masih sangat hijau dalam hal seperti ini. Dengan serta merta tanganku dibimbingnya ke arah dadanya, sementara tangannya sendiri juga mulai mengelus dadaku. Kembali kami saling raba dan saling pencet. Tanganku segera meremas bukit payudaranya dengan gemas bergantian kanan dan kiri.
“Oohhh, terushhh diiik,” Mbak Yn terus mendesah.
“Aahhh!”, aku pun ikutan mendesah tatkala tangan mbak Yn kembali mengurut-urut batang kemaluanku dengan lembut. Tubuhku menggigil menahan kenikmatan yang luar biasa ketika tangan mbak Yn mengocok-ngocok batang kemaluanku.
“Mbaak, oohhhh!”
“Sek.. sekarang kamu naik.. diiik.. oochhh” mbak Yn pun rupanya sudah tak tahan lagi. Kemudian dipentangkannya kedua pahanya lebar-lebar dan disuruhnya aku untuk naik keatas perutnya.
Aku pun dengan arahan mbak Yn segera menempatkan diri di tengah-tengah pentangan pahanya dan mulai menindih tubuhnya. Tangan mbak Yn segera memandu batang kemaluanku dan diarahkannya ke tengah-tengah gundukan daging di bawah perutnya yang lebat ditumbuhi rambut.
“Akhhhh!, aku mengerang saat ujung kepala kemaluanku mulai digesek-gesekkan oleh mbak Yn ke celah-celah yang begitu hangat dan sudah basah.
“Doronghh.. pelan-pelannh diik. Ouchhh!!”
“Hkk. Ouchhh,” napasku seolah terhenti seketika ketika ujung kepala kemaluanku mulai menerobos celah yang sempit, hangat dan licin di sela-sela paha mbak Yn. Mbak Yn pun kudengar napasnya tertahan “Achhh, oochh, terushh.. doronghhhh!”
Aku terus mengikuti aba-aba mbak Yn. Kutarik pantatku ke atas begitu kurasakan kira-kira hampir separuh batang kemaluanku terbenam dalam celah kemaluan mbak Yn, dan kemudian kudorong lagi ke bawah. Setelah beberapa kali kulakukan hal itu aku disuruh untuk menekan dan membenamkan seluruh batang kemaluanku ke dalam liang kemaluannya “Sekkaranghhh, ma.. masukkanhh.. Ouchhh!”, Mbak Yn menjerit tertahan saat kutekan pantatku kuat kuat hingga seluruh batang kemaluanku terbenam kedalam liang kemaluannya yang masih cukup sempit dan sangat hangat. Mbak Yn pun segera menggerakkan pinggulnya memutar.
Baru beberapa putaran dilakukan mbak Yn. Tiba-tiba aku merasakan seolah-olah batang kemaluanku seperti diremas-remas oleh jepitan daging yang licin dan hangat sehingga mataku sampai terpejam erat-erat menahan nikmat yang amat sangat. Aku merasakan seolah olah ada desakan yang maha dahsyat yang mendesak dari bawah pusarku. Desakan itu terlalu kuat untuk dapat kutahan
“Ouuchh.. mbakkk, akk sudahhh oochhhhhh”, dengan erangan yang panjang aku merasakan seolah-olah tubuhku tersentak oleh aliran listrik ribuan volt, jiwaku seolah melayang dan kepalaku terdongak ke atas. Mbak Yn yang sudah tahu kondisiku semakin gila memutar pantatnya diangkatnya pantatnya tinggi-tinggi untuk menyongsong sodokanku.
“Terr.. russh. Terushhh.. ohhh.. terussshhhh”, desisnya tak henti-henti. Sementara aku sudah tidak mampu lagi menahan ledakan yang sedari tadi kucoba untuk menahannya. Dan crrrt, cratttt! Jebolah pertahananku. Air mani keperjakaanku menyembur di dalam liang kemaluan mbak Yn yang hangat dan memenuhi semua celah yang ada di dalamnya. Badanku masih terkejat-kejat untuk beberapa saat lamanya seolah-olah menuntaskan sisa-sisa kenikmatan yang ada.
“Terr.. ushhh.. diiikkk, terusshhhh!”, desisnya berulang-ulang. Namun aku sudah tak mampu bergerak lagi.
Dengan gemas mbak Yn yang rupanya sedang dalam pendakian segera membalik tubuhku dan kini posisinya menindihku. Walau pun sudah terkuras air maniku, namun batang kemaluanku belum begitu mengendur. Sekarang giliran mbak Yn yang bergerak di atas perutku. Tubuhnya bergerak liar seperti seorang joki yang sedang menaiki kuda balap. Payudaranya bergoyang-goyang indah.
“Ayo, putar pinggulmu diikkkh.. ouchhh.”
Aku pun mengikuti komandonya. Kugerakkan pinggulku memutar seperti yang diinginkan mbak Yn.
“Ya, ya.. beg..ituuu. Ouchhhh! Terushhhh!” akhirnya kurasakan jepitan liang kemaluan mbak Yn semakin erat menjepit batang kemaluanku. Tubuh mbak Yn tersentak dan matanya membeliak.
“Ouchhhh, terrushhhh,” dan akhirnya tubuhnya ambruk di atas perutku.
“Shh.. kamu.. sudah cukup hebbathhh dikk!”, napasnya mulai teratur.
“Tapi saya kalah mbak, saya sudah keluar duluan!”
“Enggak apa apa. Mbak juga bisa orgasme kok! Memang kamu baru kali ini merasakan bersetubuh ya dik?”
“Iya mbak. Terima kasih ya mbak telah memberikan pengalaman yang berharga bagi saya.”
“Saya justru yang terima kasih, kamu telah memberikan kehangatan pada mbak yang sudah cukup lama tidak merasakan seperti ini sejak bercerai dulu.”
Begitulah kami pun lalu beristirahat sambil tetap berpelukan dengan tubuh mbak Yn masih tetap menindihku dan batang kemaluanku masih tetap menancap di dalam kehangatan liang kemaluan mbak Yn.
TAMAT

Senin, 09 Juni 2014

Gairah Istri Tercinta



Hai.. untuk seluruh pembaca, penggemar ah-uh.tk perkenalkan aku baru perdana mengirim cerita sex ini. Ini adalah cerita pengalaman aku langsung. Begini ceritanya.

Aku seorang suami umur 39 tahun dan istriku berumur 40 tahun. Kami mempunyai anak 2 orang, 1 perempuan dan satu laki-laki. Walaupun kami sudah berumur tapi kehidupan sex kami sangat memuaskan.

Kami selalu berhubungan sex. Istrku memang berumur 40 tahun tapi bodynya tanggung sexy dan terawat masih kelihatan seperti umur 30 tahun.

Aku berpikir untuk memberikan sesuatu yang lain kepada istriku, yaitu aku ingin kami bercinta dengan satu orang lain, bertiga. Dan ini aku sampaikan kepada istriku sebut saja namanya Rina. Namaku sendiri Ricky. Pertama-tama Rina tidak setuju, tetapi setelah ku bujuk-bujuk kukatakan.
"Mah, ini kita lakukan untuk happy kita saja sayang".
"Yah, pah tapikan saya malu bercinta dengan orang yang belum pernah saya kenal".
"OK, sayang lupakan semua, yang penting saat itu kita mencapai kepuasan. Bagaimana sayang?", setelah kubujuk akhirnya Rina setuju.
"Terserah papah ajalah."
Aku lalu mencium istrku, dan malam itu kami bercinta dan kami melakukannya sampai pagi.

Waktu berjalan terus, sementara aku terus mencari orang yang cocok untuk kami aja bergabung. Suatu hari aku berkenalan dengan seorang guru instruktur senam di kota kami. Namanya Herman. Orangnya ganteng umurnya masih 26 tahun badanya pun sangat atletis. Beberapa kali pertemuan aku menyampaikan apa rencana kami kepada Herman, dan kulihat dia tidak terkejut.
"Biasa Mas, aku pernah melakukan ini dengan pasangan lain," cerita herman. Oh aku sangat senang sekali, ternyata Herman sangat berpengalaman. Maka kami ataur rencana, Ini akan kami lakukan disalah satu hotel terkenal dikota kami.

Hari Sabtu siang Rina dan aku ngobrol berdua diruang tamu.
"Mah, aku kok rasanya kepengen kita tidur dihotel berdua saja malam ini", Rina menyambut dengan hangat.
"Boleh juga tuh Mas, hitung-hitung bulan madu," katanya.

Kami sepakat memilih Hotel "S" untuk menginap nanti malam. Sesampai dihotel setelah menyelesaikan administrasi hotel, lalu kami masuk kamar hotel. Rina langsung rebahan diatas tempat tidur yang cukup besar. Sedangkan aku masuk kedalam kamar mandi untuk menelpon Herman, dan kami beri tahu nomor kamar dan jam berapa dia harus datang.

Didalam kamar aku dan Rina ngobrol dan sekali sekali kami berciuman, Aku meremas payudara Rina dari balik bajunya sambil terus menciumi leher jenjangnya. Rina mendesah, "aaahh... mas....." sambil berciuman tanganku masuk kebalik baju yang dipakainya.
"Mas?...... aku mau Mas...!" Rok yang dipakai Rina sudah naik sampai memperlihatkan paha Rina yan mulus dan putih, Dan tanganku mengelus-elus lembut memek Rina dari balik celana dalamnya dan aku merasakan cairan kemaluan istriku sudah mulai keluar... yah... oh.... terus Mas..... yahhh... atatasnya sayang..."

Tiba2 pintu diketuk dari luar. Kami buru2 merapihkan pakain kami, biasa Rina sambil ngomel,"siapa sih, ngegangu aja?"
Aku membuka pintu, Herman sudah didepan pintu dengan kaos ktetnya memperlihatkan tubuhnya yang atletis.
"Siappa pah?" tanya istrku dari dalam.
"Ini kenalkan teman papah, tadi telpon kebetulan dia ada di hotel ini, jadi papah suruh mampir saja."
"Ini Rina istriku,"
"Aku Herman mbak," sambil menyalami istriku.

Istriku banyak diam, mungkin kesel karena nanggung tadi. Sambil memeluk Rina aku berkata kepada Rina.
"Mah, Herman ini yang akan bergabung dengan kita untuk bercinta. Rina sedikit kaget, tapi setelah kutenangkan dia dapat menerimanya. Sambil ngobrol sekali-kali aku mencium Rina, pertama-tama Rina sangat risih, tapi lama lama aku dapat merasakan Rina mulai terbiasa, malah membalas ciuman aku. Herman tersenyum melihat kami berciuman. Aku melihat istriku melirik Herman pada saat kami berciuman. Hernan masih duduk disofa sementara kami duduk dipinggir tempat tidur berpelukan menghadap kesofa dimana Herman duduk. Samil berciuman aku meraba-raba paha mulus istriku. Dan Rina melebarkan kakinya sehingga Herman dapat dengan jelas melihat paha bagian dalam Istriku dan celana dalam Rina. Herman berdiri menghampiri kami dan jongkok didepan kami. Sementara aku dan Rina terus berciuman dan pelan aku membuka satu persatu kancing kemeja Rina, dan terbukalah dadanya dengan BRa warna hitamnya. Tiba-tiba Rina tersentak, Rupanya Herman menciumi paha istriku, Rina menegang jilatan Herman terus merambat keatas menyentuh celana dalam istriku. Sementara aku sudah melepas beha Rina dan menciumi sambil menjilati puting teteknya.
"ooooohhh..... yahhhhhh... enak enak Her......jilati memek mbak Her...???" MUlut istriku terus merengek-rengek meminta Herman untuk menjilat memeknya. Aku merebahkan Rina ditempat tidur sementara kakinya masih menjuntai kebawah dan Herman terus menjilat dan menciumi selangkangan istriku. Rina melebarkan kakinya dan meminta Herman untuk membuka celana dalamnya.
"Iyah.... terus Her.... buka celana dalam Mbak.... jilati memek mbak oooohh.... Mbak mau kontol mu......."
Herman lalu membuka celana dalam Rina..... dan kelihatanlah memek istriku dengan bulu yang rapih terawat dan berkilat, menandakan Rina sudah sangat terangsang.

Istriku sekarang sudah telanjang didepan dua laki-laki yang siap untu memberikan kepuasan kepadanya. Rina tergolek pasrah sementara kakinya tetap menapak di lantai sehingga memeknya menjadi lebih kelihat menonjol keatas. Herman berdiri lalu membuka kaosnya, kelihatan dadanya yang bidang ditumbuhi bulu, Istriku memeandang nanar, Herman juga membuka celana panjangnya. Otomatis Herman hanya memakai celana dalam saja, dan kontolnya yang belum tegang menonjol dan kelihatan jelas dimata istriku. Dan Rina terus melihat kebawah. Sambil berkata "Her...?Mbak mau kontol kamu! Puaskan Mbak Her........" Rina Bangkit dari tempat tidur lalu jongkok didepan Herman.

Istriku menciumi kontol Herman dengan bernapsu..... lalu Rina menurunkan celana dalam Herman, maka kelihatanlah kontol Herman begitu dekatnya dengan muka Istriku. Rina menjilati kontol Herman mulai dari pangkal sampai ujungnya. Terus berulang-ulang.
"ohhhhh.... enak Mbak .... enak sekali lidah kamu Mbak.." erang Herman. Istriku memasukan kontol Herman kedalam mulutnya berulang kali.
"Ahhhhh enak..... sekali Mbak" sambil tangan Rina mengocok-ngocok kontol Herman. Lalu Herman menngajak Rina berdiri. Lalu mereka berciuman sambil berdiri shhhhh...suara ciuman mereka sampai kekupingku aku terpancing, lalu menghampiri mereka. sambil jongkok dibelakang Rina, aku menciumi pantat rina sambil tanggan ku meraba-raba memek istriku yang sudah basah.... mereka terus berpelukan sambil berciuman sementara aku menciumu pantat istriku..........

Tiba-tiba rina istriku menungging mengapai kembali kontol Herman dan dimasukannya kedalam mulut "acchhhhhh, Herman mengerang.... sementara aku menjilati memek Rina dari belakang, sekali jari-jariku keluar masukan kedalam memek RIna.
"yahhhhh... terus Mas... masukkan jarinya Mas... Rin... ga tahan...... terus... yang dalam......... Entot saya.... her..... Mbak Mau kontolmu... masukkan kontol kamu kedalam memek MBak..... aaaccchhh... ssssssssshhhh.."

Kami berganti posisi. Aku rebahan di kasur sementara istriku menungging sambil menjilati kontol ku..... dari belakang Herman sudah siap-siap memasukan kontolnya yang sudah tegang kedalam memek istriku. Herman mengosok-gosokan kontolnya kebelahan memek istriku.
"yahhh.... masukan Her... Mbak sudah ga kuat....... entot Mbak Her... Puaskan Mbak....." pelan kepala kontol Herman mulai masuk kedalam memek Rina ....,
"sssshhhh..." Rina menegang ketika kontol Herman yang sudah tegang pelan-pelan masuk kedalam memeknya istriku. Herman berhenti sebentar, lalu pelan kembali menekan kontolnya masuk kedalam memek Rina kembali .Tubuh istriku bergetar.... ssshhhhh..... ohhhhhh... enak sekali her..... masukan terus yang dalam oooohhhhh hangat.... kontolmu hangat sekali Her........"
"yahhh...Mbak ?...memekmupun berdenyut Mbakk....." herman pelan menarik keluar kontolnya dan memasukannya kembali.
"Accchhhhh..... terus Her... yang kuat terus..... entot Mbak...... siram rahim Mbak dengan mani kamu....." Herman semakin memaju kontolnya dan semakain cepat...... mbakkk.... mau keluar Her......... oh... mBak ga tahan.... Mbak ga tahan......." istriku menggelepar-gelepar.
"Oohhhh... acccchhhh..... saya keluar.... saya keluar..... ahhhhhhhhhhhhhh........." istriku menegang, sementara Herman terus memaju kontolnya keluar masuk memek istriku. Istriku RIna tengkurap ditempaat tidur nafasnya memburu, sementara Herman tetap diatas tubuh Rina dan membiarkan kontolnya tetp tertancap didalam memek istriku sambil merasakan denyutan memek Rina meremas remas kontolnya. Lalu pelan pelan Herman mencabut kontolnya dan kembali memasukannya. Rina tersentak, "ohhh.... enak sekali kontolmu Her... ohhhh... terus... Her.... Mbak mau Lagi...... Mbak mau kontol mu lagi........... Mbak mau di entot berdiri..... Ayo..... Mas entot saya.... puaskan saya......... Rina mau kontol kalian berdua...."

Rina berdiri di peluk Herman dari belakang sementara aku jongkok menjilati memek Istriku yang sudah sanagt basah, sambil menjilati memek nya jariku masukan kedalam.
"Yaahhhh enak Mas... terus jilati memek Rin......" Herman dan Rina berciuman.... sementara aku terus menjilati memek Rina. Kontolku semakin menegang aku sudah ga tahan, lalu aku melebarkan kaki Rina sambil berdiri aku memasukkan kontolku kedalam memeknya. Berdiri adalah posisi favorit istriku. Aku memutar-mutar pantataku sehingga jembutku bergesekan dengan itil bagi atas istriku.
"Oohhhh yyahhhhh.... kena mas... gesek-gesek terus... oohhhhh enak mas..... kontolnya..... ayoh Mas kita keluarkan sama-sama....... rina hampir.... achhhhh..."

Rina terus mengoyang-goyangkan pantatnya sambil berciuman dengan Herman sementara aku terus memacu kontolku semakin cepat. Herman terus meremas-remas tetek Istriku.

"Aachhhhhh.... oohhh.. aku keluar mas....... mbak keluar lagi Her...... ohh enakks..." Seeerrrr. Aku ikut menegang dan Crottttt......... kami berdua keluar bersama-sama.
"Ohhhhhh...." istriku terkulai dipelukan Herman.
"Achhhh.. ohhh.." aku mencabut kontolku dari memek Rina, sementara Rina masih terkulai dipelukan Herman. Kedua tangan Rina merangkul lehar Herman. Kontol Herman masih sangat tegang karena memang dia belum keluar,
"Sambil berbisik... Mbak aku mau entot mbak... aku belum keluar... ahhh. Apa masih kuat mbak...?" tetap merangkul Herman lalu istriku mencium bibir Herman, sambil bergayut dia melingkarkan kakinya kepinggang Herman.
"Blessssss...." masuklah kembali kontol Herman kedalam memek Istriku, sambil berdiri mereka berpacu mencapai puncak kenikmatan.
"Yahhhhh.... enak kontolmu Her..... terus masukan yang dalam... kontolmu hangat...... puaskan mbak" mereka berpacu semakin cepat.
"Her mbak gak kuat mau keluar lagi..... achhhhhh......"
"Iyah mbak aku juga mau oooohohhhh... achhhhhh... terus... mbak keluar..... ohhhhhhh crooottttachhhhhhh".
Kedua tubuh itu menegang dan berpelukan sangat eratnya.
Kami sangat puas sekali.

Jumat, 06 Juni 2014

Bersama tante Mira


Namaku dedi, umur 24 tahun. Aku seorang gigolo di kota Bandung. Aku akan menceritakan pengalamanku melayani sekaligus 4 pelangganku dalam semalam. Aku menggeluti profesi ini sudah 4 tahun, dan sejak itu aku mempunyai pelanggan tetap namanya Tante Mira (bukan nama asli), dia seorang janda tidak mempunyai anak, tinggal di Bandung, orangnya cantik, putih, payudaranya besar walaupun sudah kendor sedikit, dia keturunan tionghoa. Dia seorang yang kaya, memiliki beberapa perusahaan di Bandung dan Jakarta, dan memiliki saham di sebuah hotel berbintang di Bandung.

Sabtu pukul 7 pagi, HP-ku berbunyi dan terdengar suara seorang wanita, dan kulihat ternyata nomor HP Tante Mira.
“Hallo Sayang.. lagi ngapain nich.. udah bangun?” katanya.
“Oh Tante.. ada apa nich, tumben nelpon pagi-pagi?” kataku.
“Kamu nanti sore ada acara nggak?” katanya.
“Nggak ada Tante.. emang mo ke mana Tante?” tanyaku.
“Nggak, nanti sore anter Tante ke puncak yach sama relasi Tante,
bisa khan?” katanya.
“Bisa tante.. aku siap kok?” jawabku.
“Oke deh Say.. nanti sore Tante jemput kamu di tempatmu”,
katanya.
“Oke.. Tante”, balasku, dengan itu juga pembicaraan di HP
terputus dan aku pun beranjak ke kamar mandi untuk mandi.
Sore jam 5, aku sudah siap-siap dan berpakaian rapi karena Tante Mira akan membawa teman relasinya. Selang beberapa menit sebuah mobil mercy new eye warnah hitam berkaca gelap berhenti di depan rumahku. Ternyata itu mobil Tante Mira, langsung aku keluar menghampiri mobil itu sesudah aku mengunci seluruh pintu rumah dan jendela.

Aku pun langsung masuk ke dalam mobil itu duduk di jok belakang, setelah masuk mobil pun bergerak maju menuju tujuan. Di dalam mobil, aku diperkenalkan kepada dua cewek relasinya oleh tante, gila mereka cantik-cantik walaupun umur mereka sudah 40 tahun, namanya Tante Lisa umurnya 41 tahun kulitnya putih, payudaranya besar, dia merupakan istri seorang pengusaha kaya di Jakarta dan Tante Meri 39 tahun, payudaranya juga besar, kulitnya putih, juga seorang istri pengusaha di Jakarta. Mereka adalah relasi bisnis Tante Mira dari Jakarta yang sedang melakukan bisnis di Bandung, dan diajak oleh Tante Mira refreshing ke villanya di kawasan Puncak. Keduanya keturunan Tionghoa.

Di dalam mobil, kami pun terlibat obralan ngalor-ngidul, dan mereka diberitahu bahwa aku ini seorang gigolo langganannya dan mereka juga mengatakan ingin mencoba kehebatanku.
Selang beberapa menit obrolan pun berhenti, dan kulihat Tante Lisa yang duduk di sebelahku, di sofa belakang, tangannya mulai nakal meraba-raba paha dan selangkanganku. Aku mengerti maksudnya, kugeser dudukku dan berdekatan dengan Tante Lisa, lalu tangan Tante Lisa, meremas batang kemaluanku dari balik celana. Dengan inisatifku sendiri, aku membuka reitsleting celana panjangku dan mengeluarkan batang kemaluanku yang sudah tegak berdiri dan besar itu. Tante Lisa kaget dan matanya melotot ketika melihat batang kemaluanku besar dan sudah membengkak itu. Tante Lisa langsung bicara kepadaku, “Wow.. Ded, ******
kamu gede amat, punya suamiku aja kalah besar sama punya kamu..” katanya.
“Masa sich Tante”, kataku sambil tanganku meremas-remas payudaranya dari luar bajunya.
“Iya.. boleh minta nggak, Tante pengen ngerasain ****** kamu ini sambil kontolku dikocok-kocok dan diremas-remas, lalu dibelai mesra?” katanya.
“Boleh aja.. kapan pun Tante mau, pasti Dedi kasih”, kataku yang langsung disambut Tante Lisa dengan membungkukkan badannya lalu batang kemaluanku dijilat-jilat dan dimasukakkan ke dalam mulutnya, dengan rakusnya batang kemaluanku masuk semua ke dalam mulutnya sambil disedot-sedot dan dikocok-kocok.

Tante Meri yang duduk di jok depan sesekali menelan air liurnya dan tertawa kecil melihat batang kemaluanku yang sedang asyik dinikmati oleh Tante Lisa. Tanganku mulai membuka beberapa kancing baju Tante Lisa dan mengeluarkan kedua payudaranya yang besar itu dari balik BH-nya. lalu kuremas-remas.
“Tante.. susu tante besar sekali.. boleh Dedi minta?” tanyaku.
Tante Lisa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu tanganku mulai meremas-remas payudaranya. Tangan kiriku mulai turun ke bawah selangkangannya, dan aku mengelus-ngelus paha yang putih mulus itu lalu naik ke atas selangkangannya, dari balik CD-nya jariku masuk ke dalam liang kewanitaannya. Saat jariku masuk, mata Tante Lisa merem melek dan medesah kenikmatan, “Akhhh.. akhhhh.. akhhh.. terus sayang..”
Beberapa jam kemudian, aku sudah tidak tahan mau keluar.
“Tante… Dedi mau keluar nich..” kataku.
“Keluarain di mulut Tante aja”, katanya.
Selang beberapa menit, “Crooot.. crooot.. crottt..” air maniku keluar, muncrat di dalam mulut Tante Lisa, lalu Tante Lisa menyapu bersih seluruh air maniku.
Kemudian aku pun merobah posisi. Kini aku yang membungkukkan badanku, dan mulai menyingkap rok dan melepaskan CD warna hitam yang dipakainya. Setelah CD-nya terlepas, aku mulai mencium dan menjilat liang kewanitaannya yang sudah basah itu. Aku masih terus memainkan liang kewanitaannya sambil tanganku dimasukkan ke liang senggamanya dan tangan kiriku meremas-remas payudara yang kiri dan kanan.

Sepuluh menit kemudian, aku merubah posisi. Kini Tante Lisa kupangku dan kuarahkan batang kemaluanku masuk ke dalam liang senggamanya, “Blesss.. belssss.” batang kemaluanku masuk ke dalam liang kewanitaannya, dan Tante Lisa menggelinjang kenikmatan, ku naik-turunkan pinggul Tante Lisa, dan batang kemaluanku keluar masuk dengan leluasa di liang kewanitaannya.
Satu jam kemudian, kami berdua sudah tidak kuat menahan orgasme, kemudian kucabut batang kemaluanku dari liang kewanitaannya, lalu kusuruh Tante Lisa untuk mengocok dan melumat batang kemaluanku dan akhirnya, “Crooot.. crott.. croottt..” air maniku muncrat di dalam mulut Tante Lisa. Seketika itu juga kami berdua terkulai lemas. Kemudian aku pun tertidur di dalam mobil.

sesampainya di villa Tante Mira sekitar jam 8 malam. Lalu mobil masuk ke dalam pekarangan villa. Kami berempat keluar dari mobil. Tante Mira memanggil penjaga villa, lalu menyuruhnya untuk pulang dan disuruhnya besok sore kembali lagi.
kami berempat pun masuk ke dalam villa, karena lelah dalam perjalanan aku langsung menuju kamar tidur yang biasa kutempati saat aku diajak ke villa Tante Mira. Begitu aku masuk ke dalam kamar dan hendak tidur-tiduran, aku terkejut ketika ke 3 tante itu masuk ke dalam kamarku dalam keadaan telanjang bulat tanpa sehelain benang pun yang menempel di tubuhnya. Kemudian mereka naik ke atas tempat tidurku dan mendorongku untuk tiduran, lalu mereka berhasil melucuti pakaianku hingga bugil. Batang kemaluanku diserang oleh Tante Meri dan Tante Mira, sedangkan Tante Lisa kusuruh dia mengangkang di atas wajahku, lalu mulai menjilati dan menciumi liang kewanitaan Tante Lisa.

Dengan ganasnya mereka berdua secara bergantian menjilati, menyedot dan mengocok batang kemaluanku, hingga aku kewalahan dan merasakan nikmat yang luar biasa. Kemudian kulihat Tante Meri sedang mengatur posisi mengangkang di selangkanganku dan mengarahkan batang kemaluanku ke liang kewanitaannya, “Blesss.. bleeesss..” batang kemaluanku masuk ke dalam liang kewanitaan Tante Meri, lalu Tante Meri menaik turunkan pinggulnya dan aku merasakan liang kewanitaan yang hangat dan sudah basah itu. Aku terus menjilat-jilat dan sesekali memasukkan jariku ke dalam liang kewanitaan Tante Lisa, sedangakan Tante Mira meremas-remas payudara Tante Meri.

Beberapa jam kemudian, Tante Meri sudah orgasme dan Tante Meri terkulai lemas dan langsung menjatuhkan tubuhnya di sebelahku sambil mencium pipiku. Kini giliran Tante Mira yang naik di selangkanganku dan mulai memasukan batang kemaluanku yang masih tegak berdiri ke liang senggamanya, “Bleesss.. bleesss..” batang kemaluanku pun masuk ke dalam liang kewanitaan Tante Mira. Sama seperti Tante Meri, pinggul Tante Mira dinaik-turunkan dan diputar-putar.

Setengah jam kemudian, Tante Mira sudah mencapai puncak orgasme juga dan dia terkulai lemas juga, langsung kucabut batang kemaluanku dari liang kewanitaan Tante Mira, lalu kusuruh Tante Lisa untuk berdiri sebentar, dan aku mengajaknya untuk duduk di atas meja rias yang ada di kamar itu, lalu kubuka lebar-lebar kedua pahanya dan kuarahkan batang kemaluanku ke liang kewanitaannya, “Blesss.. .bleeess..” batang kemaluanku masuk ke dalam liang kewanitaan Tante Lisa. Kukocok-kocok maju mundur batang kemaluanku di dalam liang kewanitaan Tante Lisa, dan terdengar desahan hebat, “Akhhh.. akhhh.. akhhh.. terus sayang.. enak..” Aku terus mengocok senjataku, selang beberapa menit aku mengubah posisi, kusuruh dia membungkuk dengan gaya doggy style lalu kumasukan batang kemaluanku dari arah belakang. “Akhhh.. akhhh..” terdengar lagi desahan Tante Lisa. Aku tidak peduli dengan desahan-desahannya, aku terus mengocok-ngocok batang kemaluanku di liang kewanitaannya sambil tanganku meremas-remas kedua buah dada yang besar putih yang bergoyang-goyang menggantung itu.

Aku merasakan liang kewanitaan Tante Lisa basah dan ternyata Tante Lisa sudah keluar. Aku merubah posisi, kini Tante Lisa kusuruh tiduran di lantai, di atas karpet dan kubuka lebar-lebar pahanya dan kuangkat kedua kakinya lalu kumasukkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya, “Blesss.. blessss.. blessss..” batang kemaluanku masuk dan mulai bekerja kembali mengocok-ngocok di dalam liang kewanitaannya. Selang beberapa menit, aku sudah tidak tahan lagi, lalu kutanya ke Tante Lisa, “Tante, aku mau keluar nich.. di dalam apa di luar?” tanyaku.
“Di dalam aja Sayang..” pintanya.
Kemudian, “Crottt.. crooottt.. croottt..” air maniku muncrat di dalam liang kewanitaan Tante Lisa, kemudian aku jatuh terkulai lemas menindih tubuh Tante Lisa sedangkan kejantananku masih manancap dengan perkasanya di dalam liang kewanitaannya.
Kami berempat pun tidur di kamarku, keesokan harinya kami berempat melakukan hal yang sama di depan TV dekat perapian, di kamar mandi, maupun di dapur.

Rabu, 04 Juni 2014

Ayu dan Efi, Ibu dan Anak Sekaligus


Didalam cerita pengalaman saya yang pertama yang saya beri judul “Masa kecil saya di Palembang”, saya menceritakan bagaimana saya diperkenalkan kepada kenikmatan senggama pada waktu saya masih berumur 13 tahun oleh Ayu, seorang wanita tetangga kami yang telah berumur jauh lebih tua. Saya dibesarkan didalam keluarga yang sangat taat dalam agama. Saya sebelumnya belum pernah terekspos terhadap hubungan laki-laki dan perempuan. Pengetahuan saya mengenai hal-hal persetubuhan hanyalah sebatas apa yang saya baca didalam cerita-cerita porno ketikan yang beredar di sekolah ketika saya duduk di bangku SMP.

Pada masa itu belum banyak kesempatan bagi anak lelaki seperti saya walaupun melihat tubuh wanita bugil sekalipun. Anak-anak lelaki masa ini mungkin susah membayangkan bahwa anak seperti saya cukup melihat gambar-gambar di buku mode-blad punya kakak saya seperti Lana Lobell, dimana terdapat gambar-gambar bintang film seperti Ginger Roberts, Jayne Mansfield, yang memperagakan pakaian dalam, ini saja sudah cukup membuat kita terangsang dan melakukan masturbasi beberapa kali.
Bisalah dibayangkan bagaimana menggebu-gebunya gairah dan nafsu saya ketika diberi kesempatan untuk secara nyata bukan saja hanya bisa melihat tubuh bugil wanita seperti Ayu, tetapi bisa mengalami kenikmatan bersanggama dengan wanita sungguhan, tanpa memperdulikan apakah wanita itu jauh lebih tua. Dengan hanya memandang tubuh Ayu yang begitu mulus dan putih saja sucah cukup sebetulnya untuk menjadi bahan imajinasi saya untuk bermasturbasi, apalagi dengan secara nyata-nyata bisa merasakan hangatnya dan mulusnya tubuhnya. Apalagi betul-betul melihat kemaluannya yang mulus tanpa jembut. Bisa mencium dan mengendus bau kemaluannya yang begitu menggairahkan yang kadang-kadang masih berbau sedikit amis kencing perempuan dan yang paling hebat lagi buat saya adalah bisanya saya menjilat dan mengemut kemaluannya dan kelentitnya yang seharusnyalah masih merupakan buah larangan yang penuh rahasia buat saya.
Mungkin pengalaman dini inilah yang membuat saya menjadi sangat menikmati apa yang disebut cunnilingus, atau mempermainkan kemaluan wanita dengan mulut. Sampai sekarangpun saya sangat menikmati mempermainkan kemaluan wanita, mulai dari memandang, lalu mencium aroma khasnya, lalu mempermainkan dan menggigit bibir luarnya (labia majora), lalu melumati bagian dalamnya dengan lidah saya, lalu mengemut clitorisnya sampai si wanita minta-minta ampun kewalahan. Yang terakhir barulah saya memasukkan batang kemaluan saya kedalam liang sanggamanya yang sudah banjir.
Setelah kesempatan saya dan Ayu untuk bermain cinta (saya tidak tahu apakah itu bisa disebut bermain cinta) yang pertama kali itu, maka kami menjadi semakin berani dan Ayu dengan bebasnya akan datang kerumah saya hampir setiap hari, paling sedikit 3 kali seminggu. Apabila dia datang, dia akan langsung masuk kedalam kamar tidur saya, dan tidak lama kemudian sayapun segera menyusul.
Biasanya dia selalu mengenakan daster yang longgar yang bisa ditanggalkan dengan sangat gampang, hanya tarik saja keatas melalui kepalanya, dan biasanya dia duduk dipinggiran tempat tidur saya. Saya biasanya langsung menerkam payudaranya yang sudah agak kendor tetapi sangat bersih dan mulus. Pentilnya dilingkari bundaran yang kemerah-merahan dan pentilnya sendiri agak besar menurut penilaian saya. Ayu sangat suka apabila saya mengemut pentil susunya yang menjadi tegang dan memerah, dan bisa dipastikan bahwa kemaluannya segera menjadi becek apabila saya sudah mulai ngenyot-ngenyot pentilnya.
Mungkin saking tegangnya saya didalam melakukan sesuatu yang terlarang, pada permulaannya kami mulai bersanggama, saya sangat cepat sekali mencapai klimaks. Untunglah Ayu selalu menyuruh saya untuk menjilat-jilat dan menyedot-nyedot kemaluannya lebih dulu sehingga biasanya dia sudah orgasme duluan sampai dua atau tiga kali sebelum saya memasukkan penis saya kedalam liang peranakannya, dan setelah saya pompa hanya beberapa kali saja maka saya seringkali langsung menyemprotkan mani saya kedalam vaginanya. Barulah untuk ronde kedua saya bisa menahan lebih lama untuk tidak ejakulasi dan Ayu bisa menyusul dengan orgasmenya sehingga saya bisa merasakan empot-empotan vaginanya yang seakan-akan menyedot penis saya lebih dalam kedalam sorga dunia.
Ayu juga sangat doyan mengemut-ngemut penis saya yang masih belum bertumbuh secara maksimum. Saya tidak disunat dan Ayu sangat sering menggoda saya dengan menertawakan “kulup” saya, dan setelah beberapa minggu Ayu kemudian berhasil menarik seluruh kulit kulup saya sehingga topi baja saya bisa muncul seluruhnya. Saya masih ingat bagaimana dia berusaha menarik-narik atau mengupas kulup saya sampai terasa sakit, lalu dia akan mengobatinya dengan mengemutnya dengan lembut sampai sakitnya hilang. Setelah itu dia seperti memperolah permainan baru dengan mempermainkan lidahnya disekeliling leher penis saya sampai saya merasa begitu kegelian dan kadang-kadang sampai saya tidak kuat menahannya dan mani saya tumpah dan muncrat ke hidung dan matanya.
Kadang-kadang Ayu juga minta “main” walaupun dia sedang mens. Walaupun dia berusaha mencuci vaginanya lebih dulu, saya tidak pernah mau mencium vaginanya karena saya perhatikan bau-nya tidak menyenangkan. Paling-paling saya hanya memasukkan penis saja kedalam vaginanya yang terasa banjir dan becek karena darah mensnya. Terus terang, saya tidak begitu menikmatinya dan biasanya saya cepat sekali ejakulasi. Apabila saya mencabut kemaluan saya dari vagina Ayu, saya bisa melihat cairan darah mensnya yang bercampur dengan mani saya. Kadang-kadang saya merasa jijik melihatnya.
Satu hari, kami sedang asyik-asyiknya menikmati sanggama, dimana kami berdua sedang telanjang bugil dan Ayu sedang berada didalam posisi diatas menunggangi saya. Dia menaruh tiga buah bantal untuk menopang kepala saya sehingga saya bisa mengisap-isap payudaranya sementara dia menggilas kemaluan saya dengan dengan kemaluannya. Pinggulnya naik turun dengan irama yang teratur. Kami rileks saja karena sudah begitu seringnya kami bersanggama. Dan pasangan suami isteri yang tadinya menyewa kamar dikamar sebelah, sudah pindah kerumah kontrakan mereka yang baru.
Saya sudah ejakulasi sekali dan air mani saya sudah bercampur dengan jus dari kemaluannya yang selalu membanjir. Lalu tiba-tiba, pada saat dia mengalami klimaks dan dia mengerang-erang sambil menekan saya dengan pinggulnya, anak perempuannya yang bernama Efi ternyata sedang berdiri dipintu kamar tidur saya dan berkata, “Ibu main kancitan, iya..?” (kancitan = ngentot, bahasa Palembang)
Saya sangat kaget dan tidak tahu harus berbuat bagaimana tetapi karena sedang dipuncak klimaksnya, Ayu diam saja terlentang diatas tubuh saya. Saya melirik dan melihat Efi datang mendekat ketempat tidur, matanya tertuju kebagian tubuh kami dimana penis saya sedang bersatu dengan dengan kemaluan ibunya. Lalu dia duduk di pinggiran tempat tidur dengan mata melotot.
“Hayo, ibu main kancitan,” katanya lagi.
Lalu pelan-pelan Ayu menggulingkan tubuhnya dan berbaring disamping saya tanpa berusaha menutupi kebugilannya. Saya mengambil satu bantal dan menutupi perut dan kemaluan saya .
“Efi, Efi. Kamu ngapain sih disini?” kata Ayu lemas.
“Efi pulang sekolah agak pagi dan Efi cari-cari Ibu dirumah, tahunya lagi kancitan sama Bang Johan,” kata Efi tanpa melepaskan matanya dari arah kemaluan saya. Saya merasa sangat malu tetapi juga heran melihat Ayu tenang-tenang saja.
“Efi juga mau kancitan,” kata Efi tiba-tiba.
“E-eh, Efi masih kecil..” kata ibunya sambil berusaha duduk dan mulai mengenakan dasternya.
“Efi mau kancitan, kalau nggak nanti Efi bilangin Abah.”
“Jangan Efi, jangan bilangin Abah.., kata Ayu membujuk.
“Efi mau kancitan,” Efi membandel. “Kalo nggak nanti Efi bilangin Abah..”
“Iya udah, diam. Sini, biar Johan ngancitin Efi.” Ayu berkata.
Saya hampir tidak percaya akan apa yang saya dengar. Jantung saya berdegup-degup seperti alu menumbuk. Saya sudah sering melihat Efi bermain-main di pekarangan rumahnya dan menurut saya dia hanyalah seorang anak yang masih begitu kecil. Dari mana dia mengerti tentang “main kancitan” segala?
Ayu mengambil bantal yang sedang menutupi kemaluan saya dan tangannya mengelus-ngelus penis saya yang masih basah dan sudah mulai berdiri kembali.
“Sini, biar Efi lihat.” Ayu mengupas kulit kulup saya untuk menunjukkan kepala penis saya kepada Efi. Efi datang mendekat dan tangannya ikut meremas-remas penis saya. Aduh maak, saya berteriak dalam hati. Bagaimana ini kejadiannya? Tetapi saya diam saja karena betul-betul bingung dan tidak tahu harus melakukan apa.
Tempat tidur saya cukup besar dan Ayu kemudian menyutuh Efi untuk membuka baju sekolahnya dan telentang di tempat tidur didekat saya. Saya duduk dikasur dan melihat tubuh Efi yang masih begitu remaja. Payudaranya masih belum berbentuk, hampir rata tetapi sudah agak membenjol. Putingnya masih belum keluar, malahan sepertinya masuk kedalam. Ayu kemudian merosot celana dalam Efi dan saya melihat kemaluan Efi yang sangat mulus, seperti kemaluan ibunya. Belum ada bibir luar, hanya garis lurus saja, dan diantara garis lurus itu saya melihat itilnya yang seperti mengintip dari sela-sela garis kemaluannya. Efi merapatkan pahanya dan matanya menatap kearah ibunya seperti menunggu apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Saya mengelus-elus bukit venus Efi yang agak menggembung lalu saya coba merenggangkan pahanya. Dengan agak enggan, Efi menurut, dan saya berlutut di antara kedua pahanya dan membungkuk untuk mencium selangkangan Efi.
“Ibu, Efi malu ah..” kata Efi sambil berusaha menutup kemaluannya dengan kedua tangannya.
“Ayo, Efi mau kancitan, ndak?” kata Ayu.
Saya mengendus kemaluan Efi dan baunya sangat tajam.
“Uh, mambu pesing.” Saya berkata dengan agak jijik. Saya juga melihat adanya “keju” yang keputih-putihan diantara celah-celah bibir kemaluan Efi.
“Tunggu sebentar,” kata Ayu yang lalu pergi keluar kamar tidur. Saya menunggu sambil mempermainkan bibir kemaluan Efi dengan jari-jari saya. Efi mulai membuka pahanya makin lebar.
Sebentar kemudian Ayu datang membawa satu baskom air dan satu handuk kecil. Dia pun mulai mencuci kemaluan Efi dengan handuk kecil itu dan saya perhatikan kemaluan Efi mulai memerah karena digosok-gosok Ayu dengan handuk tadi. Setelah selesai, saya kembali membongkok untuk mencium kemaluan Efi. Baunya tidak lagi setajam sebelumnya dan sayapun menghirup aroma kemaluan Efi yang hanya berbau amis sedikit saja. Saya mulai membuka celah-celah kemaluannya dengan menggunakan lidah saya dan Efi-pun merenggangkan pahanya semakin lebar. Saya sekarang bisa melihat bagian dalam kemaluannya dengan sangat jelas. Bagian samping kemaluan Efi kelihatan sangat lembut ketika saya membuka belahan bibirnya dengan jari-jari saya, kelihatanlah bagian dalamnya yang sangat merah.
Saya isap-isap kemaluannya dan terasa agak asin dan ketika saya mempermainkan kelentitnya dengan ujung lidah saya, Efi menggeliat-geliat sambil mengerang, “Ibu, aduuh geli, ibuu.., geli nian ibuu..”
Saya kemudian bangkit dan mengarahkan kepala penis saya kearah belahan bibir kemaluan Efi dan tanpa melihat kemana masuknya, saya dorong pelan-pelan.
“Aduh, sakit bu..,” Efi hampir menjerit.
“Johan, pelan-pelan masuknya.” Kata Ayu sambil mengelus-elus bukit Efi.
Saya coba lagi mendorong, dan Efi menggigit bibirnya kesakitan.
“Sakit, ibu.”
Ayu bangkit kembali dan berkata,”Johan tunggu sebentar,” lalu dia pergi keluar dari kamar.
Saya tidak tahu kemana Ayu perginya dan sambil menunggu dia kembali sayapun berlutut didepan kemaluan Efi dan sambil memegang batang penis, saya mempermainkan kepalanya di clitoris Efi. Efi memegang kedua tangan saya erat-erat dengan kedua tangannya dan saya mulai lagi mendorong.
Saya merasa kepala penis saya sudah mulai masuk tetapi rasanya sangat sempit. Saya sudah begitu terbiasa dengan lobang kemaluan Ayu yang longgar dan penis saya tidak pernah merasa kesulitan untuk masuk dengan mudah. Tetapi liang vagina Efi yang masih kecil itu terasa sangat ketat. Tiba-tiba Efi mendorong tubuh saya mundur sambil berteriak, “Aduuh..!” Rupanya tanpa saya sadari, saya sudah mendorong lebih dalam lagi dan Efi masih tetap kesakitan.
Sebentar lagi Ayu datang dan dia memegang satu cangkir kecil yang berisi minyak kelapa. Dia mengolesi kepala penis saya dengan minyak itu dan kemudian dia juga melumasi kemaluan Efi. Kemudian dia memegang batang kemaluan saya dan menuntunnya pelan-pelan untuk memasuki liang vagina Efi. Terasa licin memang dan saya-pun bisa masuk sedikit demi sedikit. Efi meremas tangan saya sambil menggigit bibir, apakah karena menahan sakit atau merasakan enak, saya tidak tahu pasti.
Saya melihat Efi menitikkan air mata tetapi saya meneruskan memasukkan batang penis saya pelan-pelan.
“Cabut dulu,” kata Ayu tiba-tiba.
Saya menarik penis saya keluar dari lobang kemaluan Efi. Saya bisa melihat lobangnya yang kecil dan merah seperti menganga. Ayu kembali melumasi penis saya dan kemaluan Efi dengan minyak kelapa, lalu menuntun penis saya lagi untuk masuk kedalam lobang Efi yang sedang menunggu. Saya dorong lagi dengan hati-hati, sampai semuanya terbenam didalam Efi. Aduh nikmatnya, karena lobang Efi betul-betul sangat hangat dan ketat, dan saya tidak bisa menahannya lalu saya tekan dalam-dalam dan air manikupun tumpah didalam liang kemaluan Efi. Efi yang masih kecil. Saya juga sebetulnya masih dibawah umur, tetapi pada saat itu kami berdua sedang merasakan bersanggama dengan disaksikan Ayu, ibunya sendiri.
Efi belum tahu bagaimana caranya mengimbangi gerakan bersanggama dengan baik, dan dia diam saja menerima tumpahan air mani saya. Saya juga tidak melihat reaksi dari Efi yang menunjukkan apakah dia menikmatinya atau tidak. Saya merebahkan tubuh saya diatas tubuh Efi yang masih kurus dan kecil itu. Dia diam saja.
Setelah beberapa menit, saya berguling kesamping dan merebahkan diri disamping Efi. Saya merasa sangat terkuras dan lemas. Tetapi rupanya Ayu sudah terangsang lagi setelah melihat saya menyetubuhi anaknya. Diapun menaiki wajah saya dan mendudukinya dan menggilingnya dengan vaginanya yang basah, dan didalam kami di posisi 69 itu diapun mengisap-ngisap penis saya yang sudah mulai lemas sehingga penis saya itu mulai menegang kembali.
Wajah saya begitu dekat dengan anusnya dan saya bisa mencium sedikit bau anus yang baru cebok dan entah kenapa itu membuat saya sangat bergairah. Nafsu kami memang begitu menggebu-gebu, dan saya sedot dan jilat kemaluan Ayu sepuas-puasnya, sementara Efi menonton kami berdua tanpa mengucapkan sepatah katapun. Saya sudah mengenal kebiasaan Ayu dimana dia sering kentut kalau betul-betul sedang klimaks berat, dan saat itupun Ayu kentut beberapa kali diatas wajah saya. Saya sempat melihat lobang anusnya ber-getar ketika dia kentut, dan sayapun melepaskan semburan air mani saya yang ketiga kalinya hari itu didalam mulut Ayu. “Alangkah lemaknyoo..!” saya berteriak dalam hati.
“Ugh, ibu kentut,” kata Efi tetapi Ayu hanya bisa mengeluarkan suara seperti seseorang yang sedang dicekik lehernya.
Hanya sekali itu saja saya pernah menyetubuhi Efi. Ternyata dia masih belum cukup dewasa untuk mengetahui nikmatnya bersanggama. Dia masih anak kecil, dan pikirannya sebetulnya belum sampai kepada hal-hal seperti itu. Tetapi saya dan Ayu terus menikmati indahnya permainan bersanggama sampai dua atau tiga kali seminggu. Saya masih ingat bagaimana saya selalu merasa sangat lapar setelah setiap kali kami selesai bersanggama. Tadinya saya belum mengerti bahwa tubuh saya menuntut banyak gizi untuk menggantikan tenaga saya yang dikuras untuk melayani Ayu, tetapi saya selalu saya merasa ingin makan telur banyak-banyak. Saya sangat beruntung karena kami kebetulan memelihara beberapa puluh ekor ayam, dan setiap pagi saya selalu menenggak 4 sampai 6 butir telur mentah. Saya juga memperhatikan dalam tempo setahun itu penis saya menjadi semakin besar dan bulu jembut saya mulai menjadi agak kasar. Saya tidak tahu apakah penis saya cukup besar dibandingkan suami Ayu ataupun lelaki lain. Yang saya tahu adalah bahwa saya sangat puas, dan kelihatannya Ayu juga cukup puas.
Saya tidak merasa seperti seorang yang bejat moral. Saya tidak pernah melacur dan ketika saya masih kawin dengan isteri saya yang orang bule, walaupun perkawinan kami itu berakhir dengan perceraian, saya tidak pernah menyeleweng. Tetapi saya akan selalu berterima kasih kepada Ayu (entah dimana dia sekarang) yang telah memberikan saya kenikmatan didalam umur yang sangat dini, dan pelajaran yang sangat berharga didalam bagaimana melayani seorang perempuan, terlepas dari apakah itu salah atau tidak.


Selasa, 03 Juni 2014

Kak Linda Tetanggaku



Perkenalkan namaku Rendi, umurku saat ini 19 tahun. Kuliah dikota S yang terkenal dengan sopan santunnya. Aku anak kedua setelah kakakku Ana. Ibuku bekerja sebagai pegawai negeri sipil dan ayahku juga bekerja di kantor. Tinggi badanku biasa saja layaknya anak seusiaku yakni 169 kg. Di situs ini aku akan menceritakan kisah unikku. Pengalaman pertama dengan apa yang namanya sex. Kisah ini masih aku ingat selamanya karena pengalaman pertama memang tak terlupakan. Saat itu usiaku masih 10 tahun pada waktu itu aku masih kelas 4 SD. Kisah ini benar benar aku alami tanpa aku rubah sedikit pun.

Aku punya teman sebayaku namanya Putri, dia juga duduk di bangku SD. Aku dan dia sering main bersama. Dia anak yang sangat manis dan manja. Dia mempunyai dua kakak. Kakak pertama namanya Rio di sudah bekerja di Jakarta. Dan kakaknya yang satu lagi namanya Linda. Saat itu dia kuliah semester 4 jurusan akuntansi salah satu perguruan tinggi di kota kelahiranku. Dia lebih cantik dari pada adiknya Putri. Tingginya kira kira 160 cm dan ukuran payudaranya cukup seusianya tidak besar banget tapi kenceng.

Waktu itu hari sangat panas, aku dan Putri sedang main dirumahnya. Maklum rumahku dan rumahnya bersebelahan. Saat itu ortu dari Putri sedang pergi ke Bandung untuk beli kain. Putri ditinggal bersama kakaknya Linda.

"Main dokter dokter yuk, aku bosen nich mainan ini terus"ajak Putri

Segera aku siapkan mainannya. Aku jadi dokter dan dia jadi pasiennya. Waktu aku periksa dia buka baju. Kami pun melakukan seperti itu biasa karena belum ada naluri seperti orang dewasa, kami menganggap itu mainan dan hal itu biasa karena masih kecil. Waktu aku pegang stetoskop dan menyentuhkannya didadanya. Aku tidak tahu perasaanya. Tapi aku menganggapnya mainan. Waktu itu pintu tiba tiba terbuka. Linda pulang dari kampusnya. Dengan masih telanjang dada Putri menghampiri kakaknya di depan pintu masuk.

"Hai kak baru pulang dari kampus"
"Ngapain kamu buka baju segala" Kak Linda memandangi adiknya.
"Kita lagi main dokter dokteran, aku pasiennya sedangkan Rendi jadi dokternya, tapi sepi kak masa pasiennya cuma satu. Kakak lelah nggak. Ikutan main ya kak?"
"Oh mainan toh... Ya sudah aku nyusul, aku mau ganti pakaian dulu gerah banget nih"

Kami bertiga pun segera masuk ke kamar lagi, aku dan Putri asyik main dan Kak Linda merebahkan tubuhnya ditempat tidur disamping kami. Aku melihat Kak Linda sangat cantik ketika berbaring. Setelah beberapa menit kemudian dia memperhatikan kami bermain dan dia terbengong memikirkan sesuatu.

"Ayo Kak cepetan, malah bengong" ajak Putri pada kakaknya.

Lalu dia berdiri membuka lemari. Dia kepanasan karena udaranya. Biasanya dia menyuruh kami tunggu di luar ketika dia ganti baju

"Ayo tutup mata kalian, aku mau ganti nih soalnya panas banget" Kak Linda menyuruh kami.

Dia melepaskan pakaian satu persatu dari mulai celana panjangnya, dia memakai cd warna putih berenda dengan model g-string. Saat itu dia masih dihadapan kami. Tertampang paha putih bersih tanpa cacat. Setelah itu dia melepas kemejanya dicopotnya kancing satu persatu. Setelah terbuka seluruh kancingnya, aku dapat melihat bra yang dipakainya. Lalu dia membelakangi kami, dia juga melepas branya setelah kemejanya ditanggalkan. Aku pun terbengong melihatnya karena belum pernah aku melihat wanita dewasa telanjang apa lagi ketika aku melihat pantatnya yang uuuhhh. Dia memilih baju agak lama, otomatis aku melihat punggungnya yang mulus dan akhirnya dia memakai baby doll dengan potongan leher rendah sekali tanpa bra dan bahannya super tipis kelihatan putingnya yang berwarna coklat muda. Kulitnya sangat putih dan mulus lebih putih dari Putri. Putri melihatku.

"Rendi koq bengong belum lihat kakakku buka baju ya? Lagian kakak buka baju nggak nyuruh kita pergi."
Kak Linda ngomel,"Idih kalian masih kecil belum tahu apa apa lagian juga aku nggak ngelihatin kalian langsung. Mau lihat ya Ren?"dia bercanda.
Akupun menundukan mukaku karena malu."Tapikan kak, susunya kakak sudah gede segitu apa nggak malu ama Rendi."
Putri menjawab ketus."Kamu aja telanjang kayak itu apa kamu juga nggak malu sudah ayo main lagi." Linda menjawab adiknya. Kami pun bermain kembali.

Giliran Kak Linda aku periksa. Dia menyuruh aku memeriksanya, dia agak melongarkan bajunya. Ketika stetoskop aku masukkan di dalam bajunya lewat lubang lehernya, tepat kena putingnya. Dia memekik. Aku pun kaget tapi aku pun tidak melihatnya karena malu. Dia menyuruhku untuk untuk lama lama didaerah itu. Dia merem melek kayak nahan sesuatu, dipegangnya tanganku lalu ditekan tekan daerah putingnya. Aku merasa sesuatu mengeras.

"Kak ngapain... Emang enak banget diperiksa... Kayak orang sakit beneran banget." Putri Tanya ama kakaknya.
Kak Linda pun berhenti."Yuk kita mandi soalnya sudah sore lagikan kamu Putri ada les lho nanti kamu ketinggalan." Ajak Kak Linda pada kami berdua. Dia menyuruh bawa handuk ama baju ganti.

Setelah mengisi air, aku pun membuka bajuku tanpa ada beban yang ada dan telanjang bulat begitu juga ama Putri. Kamipun bermain air di bathup. Kamar mandi disini amat mewah ada shower bathup dan lain lainlah, maklum dia anak terkaya dikampungku. Setelah itu pintu digedor ama kakaknya dia suruh buka pintu kamar mandinya. Aku pun membukanya. Kak Linda melihatku penuh kagum sambil menatap bagian bawahku yang sudah tanpa pelindung sedikitpun, aku baru tahu itu namanya lagi horny. Lalu dia masuk segera di membuka piyama mandinya. Jreng... Hatiku langsung berdetak kencang, dia menggunakan bra transparan ama cd yang tadi dia pake dihadapan kami.

"Bolehkan mandi bersama kalian lagian kalian kan masih anak kecil."
"Ihh... Kakak... Punya kakak itu menonjol" ledek adiknya.

Dia hanya tersenyum menggoda kami terutama aku."biarin"sambil dia pegang sendiri putting dia menjawab lalu dia membasahi badannya ama air di shower. Makin jelas apa yang nama payudara cewek lagi berkembang. Begitu kena air dari shower bra Kak Linda agak melorot kebawah. Lucu banget bentuknya pikirku. Payudaranya hendak seakan melompat keluar.

"Ayo cepat turun dulu, aku kasih busa di bathupnya...".

Putri bergegas keluar tapi aku tidak, aku takut kalau ketahuan anuku mengeras, aku malu banget. Baru kali ini aku mengeras gede banget. Lalu Kak Linda mendekat dan melihatku serta menyuruhku untuk turun. Aku turun dengan tertunduk, muka Kak Linda melihat bagian bawahku yang sudah mengeras sama pada waktu aku bermain tapi bedanya sekarang langsung dihadapan mata. Dia hanya tersenyum padaku. Aku kira dia marah. Dia kayak sengaja menyenggol senjataku dengan paha mulusnya.

"Ooohh... Apa itu..." (pura pura dia tidak tahu) Putripun tertawa melihatnya.
"Itu yang dinamakan senjatanya laki laki yang lagi mengeras tapi culun ya kalau belum disunat" Kak Linda memberitahukan pada adiknya.

Setelah busanya melimpah di air kami pun nyebur bareng.

"Adik adik, Kakak boleh nggak membuka bra kakak" pinta Kak Linda pada kami.
"Buka aja to Kak lagian kalau mandi pakai pakaian kayak orang desa." adiknya menjawab.

Tapi aku nggak bisa jawab. Dengan pelan pelan kancing dibelakang punggung dibukanya lalu lepas sudah pengaman dan pelindung susunya. Dengan telapak tangannya dia menutupi payudaranya.

"Sudah buka aja sekalian cd nya nanti kotor kena bau cd kakak," ujar Putri kepada kakaknya.

Segera dia berdiri diatas bathup melorotkan cdnya dengan hati hati (kayaknya dia sangat menunggu ekspresiku ketika melihat wanita telanjang bulat dihadapannya). Ketika dia berdiri membetulkan shower diatas kami, aku melihat seluruh tubuhnya yang sudah telanjang bulat.

"Kak anu... anu... Susu kakak besarnya, ama bawahan kakak ada rambutnya dikit," aku memujinya.

dia hanya tersenyum dan memberitahu kalau aslinya bawahan nya lebat hanya saja rajin dicukur. Dia agak berlama lama berdiri kayaknya makin deket aja bagian sensitivenya dengan wajahku, ada sesuatu harum yang berbeda dari daerah sekitar itu. Kak Linda terus berdiri sambil melirikku.

Sambil membilasi payudaranya dengan air hangat serta digoyang dikit dikit bokong bahenolnya. Dia menghadap kami sambil menyiram bagian sensitifnya. Aku pun tak berani langsung menatapnya. Sambil memainkan payudaranya sendiri dia punya saran plus ide gila.

"Mainan yuk. Aku jadi ibunya, kamu jadi anaknya."

Lalu Kak Linda menyuruh mainan ibu ibuan, dia menyuruh kami jadi bayi. Lalu dia menyodorkan susunya pada kami.

"Anakku kasihan, sini ibu beri kamu minum" dia berkata pada kami.

Putri pun langsung mengenyot puting susu kakaknya, tapi aku pun tak bergerak sama sekali, lalu dia langsung menyambar kepalaku ditarik ke arah payudaranya.

"Ayo sedot yang kuat... Ahhh... Cepet... Gigit pelan pelan... Acchhh," kata itu keluar.

Tapi koq nggak keluar airnya. Punya Mama keluar air susunya. Tiba tiba Putri berhenti.

"Uhh.. Ini kan namanya mainan jadi nggak beneran. Kamu udahan aja sudah jamnya kamu les" Putri pun bergegas turun dan berganti pakaian sejak saat itu aku tak mendengar langkah dia lagi.

Aku pun masih disuruh mainan dengan putingnya tangan kiriku dikomando supaya meremas susu kirinya. Tiba tiba ada sesuatu yang bikin aku bergetar, ada sesuatu yang berambat dan memegangi anuku. Dengan kanan kanan memegangi tangan kiriku untuk meremas payudaranya ternyata tangan kanannya memainkan penisku.

Segera dia memerintahkan untuk turun dari situ. Kami pun turun dari situ. Lalu. Dia duduk di pingiran sambil membuka selakangannya. Aku baru melihat rahasia cewe.

"Rendi ini yang dinamakan vagina, punya cewek. Tadi waktu kakak berdiri aku tahu kalau kamu memperhatikan bagian kakak yang ini. Ayo aku ajarin gimana mainan ama vagina" akupun hanya mengangguk.

Dia menyuruh menjilatinya setelah dia mengeringkannya dengan handuk. Aku pun menjulurkan lidahku kesana tapi bagian luarnya. Dia hanya tersenyum melihatku. Dengan jari tangannya dia membuka bagian kewanitaan itu. Aku benar benar takjub melihat pemandangan kayak itu. Warnanya merah muda seperti sebuah bibir mungil. Setelah dia buka kemaluannya, lalu dia suruh aku supaya menjilatinya. Ada cairan sedikit yang keluar dari bagian itu rasanya asin tapi enak. Disuruh aku menyodok dengan kedua jariku, terasa sangat becek. Dia menyuruhku berhenti sejenak. Ketika dia menggosok gosok sendiri dengan tangannya dengan cepat lalu dia menyambar kepalaku dengan tangannya ditempelkan mukaku dihadapannya.

Seeerrr... Serr.. bunyi air yang keluar dari vaginanya banyak sekali. Sambil berteriak plus mendesis lagi merem melek. Setelah itu dia jongkok, aku kaget ketika dia langsung menjilati kepala penisku. Di buka bagian kulup hingga kelihatan kepalanya.

"Kakak enggak jijik ya kan buat kencing" aku bertanya pada dia tapi dia terus mengulumnya maju mundur.

Sakit dan geli itu yang kurasakan tapi lama lama enak aku langsung rasanya seperti kencing tapi tidak jadi. Dia menggunakan sabun cair katanya biar agak licin jadi nggak sakit. Saking enaknya aku bagai melayang badanku bergetar semua. Setelah dibilas dia mengkulum penisku, semua masuk didalam mulutnya.

"Kak aku mau kencing dulu" aku menyela.

Setelah itu dia berbaring dilantai dia menyuruh bermain dengan kacang didalam vaginanya. Pertama aku tidak tahu, dia memberi tahu setelah dia sendiri membukanya. Aku sentuh bagian itu dengan kasar dia langsung menjerit dia mengajari bagaimana seharusnya melakukannya. Diputar putar jariku disana tiba tiba kacang itu menjadi sangat keras.

Sekitar 5 menit aku bermain dengan jariku kadang dengan lidahku. Keluar lagi air dari vaginanya. Aku disuruh terus menyedotnya. Dia kayaknya sangat lemas lunglai. Setelah beberapa saat dia memegang penisku dan menuntunnya di vagina.

"Coba masukan anumu ke dalam sana pasti aku jamin enak banget rasanya" dia menyuruhku.

Dengan hati-hati aku masukkan setelah masuk aku diam saja. Dia menyuruh aku untuk menekan keras. Dan blesss masuk semuanya dia memberi saran kayak orang memompa. Masuk-keluar.

"Acchc terus... yang cepet... ah... ah... ah..." dia mendesis, dia menggoyangkan pantatnya yang besar kesana kemari.

Tapi sekitar 3 menit rasanya penisku kayak diremas oleh kedua daging itu lalu aku ingin sekali pipis. Saat itu penisku kayak ada yang air mengalir. Dan serrr... seeerrrs air kencingku membanjiri bagian dalamnya. Setelah kelelahan kami pun keluar dia langsung pergi ke kamar masih keadaan bugil. Kemudian dia berbaring karena lelah, aku mendekatinya dan dia memelukku seperti adiknya, payudaranya nempel di mukaku. Setelah aku melihat wajahnya dia menangis. Lalu dia menyuruh aku pulang. Aku mengenakan pakaian dan pulang. Dia menyuruh merahasiakan kalau aku berbicara ama orang lain aku nggak boleh bermain ama adiknya.

Kami pun terus melakukannya sekitar 1 tahun tanpa ada siapa yang tahu. Sekitar aku kelas 1 SMP dia kawin ama temannya karena dia hamil. Ketika 2 minggu lalu (saat ini) aku bertemu dia bertanya masih suka main seperti dulu. Akupun hanya tertawa ketika aku tahu itu yang namanya sex dan aku ngucapin terima kasih buat kakak, itu adalah pengalamanku yang pertama.


TAMAT