Orangnya buta huruf. Tapi kalau ngomong ngentot,
dia adalah playboy. Playboy kampunglah. Tetapi aku percaya. Tubuh macam dia
punya biasanya memang memiliki nafsu gede. Lihat saja. Punggungnya nampak
sedikit bongkok. Tangan-tangan dan kakinya penuh bulu. Warna kulitnya yang
coklat kehitaman mengkilat kena keringat keringnya.
Ciri-ciri macam itu biasanya kontolnya juga gede. Aku selalu merinding menahan gejolak birahiku kalau dekat dia. Tak bisa kulepaskan dari tonjolan bagian depan celananya, menggunung. Pantes saja, ibu-ibu gatel hingga babu-babu genit sangat asyik kalau ngomongin bagaimana sepulang dari pasar tadi ngebonceng ojeknya Jayus. Mereka cerita soal baunya yang
merangsang, soal senggolan dengan tangannya yang penuh bulu.
Kadang-kadang mereka sengaja menempelkan susunya saat mbonceng ojek sepeda si Jayus. Sebaliknya si Jayus, dia juga termasuk banyak omong. Dia ceritakan kalau si Nem, babu Koh Abong demen banget nyiumin kontolnya. Dia enyotin kontolnya hingga pejuhnya muncrat ke mulutnya. Dia telan tuh pejuh, nggak ada sisanya.
Bahkan dia juga cerita kalau Enci’nya (bininya) Koh
Abong suka
mencuri-curi pandang, dan menaik-naikkan alisnya kapan pandangannya berbenturan dengan mata Jayus. Dia lagi cari kesempetan atau alasan bagaimana bisa ketemu empat mata tanpa dilihat lakinya.
mencuri-curi pandang, dan menaik-naikkan alisnya kapan pandangannya berbenturan dengan mata Jayus. Dia lagi cari kesempetan atau alasan bagaimana bisa ketemu empat mata tanpa dilihat lakinya.
Lain lagi Dety, orang Menado yang lakinya kerja di
kapal yang hanya 6 bulan sekali lakinya pulang dari laut, itupun tidak lebih
dari 1 minggu. Dety berbisik sama Atun temen gosipannya, ‘Uhh Tuunn, gue mau
klenger deh rasanya’, suatu pagi dia buka omongan, ‘Kenape emangnya?’, Tanya
Atun balik dengan logat Betawinya yang kental. ‘Gua baru ngrasain deh. Tuh
kontol Jayus yang sedepa (mau cerita betapa panjangnya) bener-bener bikin
semaput’. Kemudian dia ceritakan bagaimana tanpa sengaja suatu siang si Jayus
kencing di kebon samping rumahnya. Sebagai perempuan yang kesepian karena
jarang dapat sentuhan lakinya, dia iseng ngintip dari balik pohon angsana dekat
dapurnya. Dia lihat saat Jayus merogoh celananya dan menarik kontolnya keluar.
Dety bilang napasnya langsung nyesek. Dia plintirin pentilnya sembari ngintip
Jayus kencing. Dia mengkhayal, ‘.. coba aku yang dia kencingin.. hhuuhh..’. Dan
beberapa menit sesudah Jayus meninggalkan tempat, dengan gaya yang tidak
memancing perhatian orang dia nyamperin tuh tempat kencingnya Jayus.
memancing perhatian orang dia nyamperin tuh tempat kencingnya Jayus.
Bagian terakhir ini dan selanjutnya nggak dia ceritakan sama si Atun. Dia amati batang pohon mangga yang dikencinginnya. Basah. Air liur Dety menetes keluar, jakunnya naik turun. Darahnya tersirap. Dan tanpa bisa menahan diri, tahu-tahu tangan kanannya sudah nyamperin tuh yang basah di batang pohon. Diusapnya basah kencing si Jayus di pohon itu. Matanya nglirik kanan-kiri-depan nggak ada orang lain, dia endus tuh basah ditangannya itu. Wuu.. pesing banget. Kemudian lidahnya menjulur menjilati basah kencing Jayus itu. Eddaann.. Semua cerita-cerita itu terus terang membuat aku dipenuhi setumpuk obsesi. Kapan memekku diterobosi kontolnya?! Dan dari kepalaku mengalir berbagai gagasan untuk menjebak Jayus. Dan kalau sudah begini, mataku menerawang. Aku pengin jilatin batangnya, bijih pelernya sampai dia teriak-teriak keenakkan. Aku akan ciumin pentilnya. Kemudian ketiaknya. Aku akan jilatin semua lubang-lubang bagian tubuhnya. Wwwuu.. nafsu libidoku.. kenapa liar begini ssiihh..?!
Suatu sore, karena ada beberapa bumbu dapur yang
habis, aku pergi ke warung langgananku di pasar. Aku pikir jalan sih nggak begitu
jauh saat tiba-tiba Jayus dari arah belakangku naik sepeda ojeknya nawarin,
‘Kemana bu? Saya anter?’. Terus terang aku langsung terkesiap dan
..gagap..,’Eehh kang Jayus (begitulah aku biasa memanggil orang lain akang atau
kang sebagai tanda hormatku) ..eehh, ..bb ..boleehh, ..mau ke warung langganan
nihh’. seperti kebo yang dicocok hidungnya, aku nyamperin jok belakang
sepedanya, naruh pantat di boncengan sepeda si
Jayus.
Jayus.
Seketika aku diserang obsesiku. Sementara Jayus
nggenjot sepeda, agar tidak jatuh tanganku berpegangan pada sadel yang tentu
saja menyentuh bokongnya. Ada setrum yang langsung menyerang jantungku. Deg,
deg, deg. Aku dekatkan wajahku ke punggungnya hingga aku cium bau keringatnya.
‘Narik dari jam berapa mas?’, aku buka omongan, ‘Yaah nggak tentu bu. Hari ini saya mulai keluar jam 10.00 pagi. Soalnya pagi-pagi tadi tetangga minta bantu pasang kran air. PAM-nya nggak mau keluar’.
‘Narik dari jam berapa mas?’, aku buka omongan, ‘Yaah nggak tentu bu. Hari ini saya mulai keluar jam 10.00 pagi. Soalnya pagi-pagi tadi tetangga minta bantu pasang kran air. PAM-nya nggak mau keluar’.
Wwaaoo.., tiba-tiba ada ide yang melintas!
‘Apa yang nggak mau keluar ..?’, nada bicaraku agak
aku bengkokkan.
‘Kenapa nggak mau keluar ..?’, untuk lebih memperjelas nada bicaraku yang pertama. Jawabannya nggak begitu aku dengar karena ramainya jalanan.
‘Kenapa nggak mau keluar ..?’, untuk lebih memperjelas nada bicaraku yang pertama. Jawabannya nggak begitu aku dengar karena ramainya jalanan.
‘Ooo.., kirain apaan yangg.. nggakk keluarr..’. Dan
tanpa aku sadari sepenuhnya, tanganku menjadi agresif, menepuki paha Jayus.
‘Kirain barang Mas Jayus yang ini nggak mau keluar’, mulutkupun tak lagi bisa kukendalikan dengan sedikit aku iringi sedikit ha ha hi
hi.
‘Aahh, ibuu, ntarr dilihat orang lhoo’, sepertinya
dia menegor aku.
Kepalang basah, ‘Habiiss.., orang-orang pada ngomongin ini ssiihh..’, aku sambung omongan sambil tanganku lebih berani lagi, menepuki bagian bawah perutnya yang naik turun karena kaki-kakinya menggenjot sepeda. Dalam hatiku, kapan lagi kesempatan macam ini datang.
Kepalang basah, ‘Habiiss.., orang-orang pada ngomongin ini ssiihh..’, aku sambung omongan sambil tanganku lebih berani lagi, menepuki bagian bawah perutnya yang naik turun karena kaki-kakinya menggenjot sepeda. Dalam hatiku, kapan lagi kesempatan macam ini datang.
‘Siapa yang ngomoong buu..??’, dia balik tanya tapi
nggak lagi ada tegoran dari mulutnya. Dan tanganku yang sudah berada di bagian
depan celananya ini nggak lagi aku tarik. Bahkan aku kemudian mengelusi dan
juga memijat-mijat tonjolan celananya itu. Aku tahu persis nggak akan dilihat
orang, karena posisi itu adalah biasa bagi setiap orang yang mbonceng sepeda
agar tidak terlempar dari boncengannya.
‘Ibu berani banget nih, n’tar dilihat orang terus
nyampai-in ke bapak lho buu’. Aku tidak menanggapi kecuali tanganku yang makin
getol meremas-remas dan memijat. Dan aku rasakan dalam celana itu semakin
membesar. Kontol Jayus ngaceng. Aku geragapan, gemetar, deg-degan campur aduk
menjadi satu. ‘Mas Jayuuss..’, suaraku sesak lirihh. ‘Bbuu.., aku ngaceng
buu..’. Ooohh, obsesiku kesampaian.., dan aku jawab dengan remasan yang lebih
keras.
Terus terang, aku belum pernah melakukan macam ini.
Menjadi perempuan dengan penuh nafsu birahi menyerang lelaki. Bahkan sebagai
istri yang selama ini cinta dan dicintai oleh suaminya. Dan nggak perlu diragukan,
bahwa suamiku juga mampu memberi kepuasan seks setiap aku bersebadan dengannya.
Tetapi juga nggak diragukan pula bahwa aku ini
termasuk perempuan yang selalu kehausan. Tidak jarang aku melakukan masturbasi
sesaat sesudah bersebadan dengan suamiku. Biasanya suamiku langsung tertidur
begitu habis bergaul. Pada saat seperti itu birahiku mengajak aku menerawang.
Aku bayangkan banyak lelaki. Kadang-kadang terbayang segerombolan kuli
pelabuhan dengan badan dan ototnya yang kekar-kekar. Telanjang dada dengan celana
pendek menunjukkan kilap keringatnya pada bukit-bukit dadanya. Mereka ini
seakan-akan sedang menunggu giliran untuk aku isepin dan kulum
kontol-kontolnya. Wwoo, khayalan macam itu mempercepat nafsuku
bangkit.
bangkit.
‘Kang Jayus, aku pengin ditidurin akang lho’, aku
bener-bener menjadi pengemis. Pengemis birahi.
‘Jangan bu, ibu khan banyak dikenalin orang di
sini’, jawabnya, yang justru membuat aku makin terbakar. ‘Kita cari tempat,
nanti aku yang bayarin’, kejarku. ‘Dimana bu, aku nggak pernah tahu’. Iyyaa, tentu
saja Jayus nggak pernah mikir untuk nyewa kamar hotel. Klas ekonominya tukang
ojek sepeda khan kumuh banget.
Saat nyampai di warung tujuan aku turun dari
sepedanya, ‘Kang Jayus tungguin saya yah’, biar nanti aku kasih tahu kemana
mencari tempat yang aman dan nyaman untuk acara bersama ini.
‘Nih tempatnya yang kang Jayus tanyain tadi,
barusan aku pinjem pensil enciknya (pemilik warung) dan aku tulis tuh alamat
hotel yang pernah aku nginap bersama suami saat nemenin saudara yang datang
dari Surabaya.
‘Maapin bu, saya nggak bisa baca’, ahh.. aku baru
ingat kalau dia buta huruf.., konyol banget nih. ‘OK kang, gini aja, besok
akang tunggu saja aku di halte bis depan sekolah SD Mawar, tahu? Jam 10 pagi,
OK?’, dia ngangguk bengong. Walaupun nggak bisa baca rupanya dia tahu apa
artinya ‘OK’.
‘Tt.. tapi bu.., n’tar ada yang ngliatin, n’tar
diaduin ke suami ibu,
n’tar..’, rupanya dia belum juga mengambil keputusan. Keputusan nekad.
Ampuunn.. Aku jadinya nggak sabar. ‘Udahlah kang, ayyoo, sambil jalan..’, sementara hari udah mulai gelap, lampu jalanan sudah menyala. Pada jam begini orang-orang sibuk, kebanyakan mereka yang baru pulang kerja.
n’tar..’, rupanya dia belum juga mengambil keputusan. Keputusan nekad.
Ampuunn.. Aku jadinya nggak sabar. ‘Udahlah kang, ayyoo, sambil jalan..’, sementara hari udah mulai gelap, lampu jalanan sudah menyala. Pada jam begini orang-orang sibuk, kebanyakan mereka yang baru pulang kerja.
Kembali aku duduk di boncengan sepedanya. Dan
kembali aku langsung merangkul pinggangnya hingga tanganku mencapai bagian depan
celananya. Rupanya kontol Jayus udah ngaceng. Tangankupun langsung meremasi
gundukkan di celananya itu. ‘Bbuu, enaakk..’, dia mendesah berbisik. ‘Makanya
aayyoo kang.., aku juga pengin ini banget..’, jawabku sambbil memijat gundukkan
itu.
Beberapa saat kami saling terdiam, saling menikmati
apa yang sedang berlangsung. ‘Buu, bagaimana kalau ketempat lain aja yang
gampang bu??’, wwoo.. aku berbingar. Rupanya sambil jalan ini Jayus mikirin
tempat. ‘Dimana?’, tanyaku penuh nafsu, ‘Di rumah kontrakan temen saya,
kebetulan lagi kosong, yang punya rumah lagi mudik, lagian kebonnya lebar,
nggak akan ada yang ngliatin, apa lagi gelap begini’.
‘Jadi kang Jayus maunya sekarang ini?’, aku agak
terperangah, nggak begitu siap, n’tar suamiku nyariin lagi. ‘Habis kapan lagi
bu? Sekarang atau besok-besok sama saja, lagian besok-besok mungkin di rumah
itu udah ramai, pemiliknya udah pulang lagi’. Kalau menyangkut nafsu birahi
rupanya Jayus ini nggak begitu bodoh. Cukup lama sebelum akhirnya aku menjawab,
‘Ayyolahh..’, sepeda ojek langsung berbalik, beberapa kali berbelok-belok masuk
gang-gang kumuh. Nampaknya orang-orang ramai
sepanjang jalan nggak mau ngurusin urusan orang lain. Mereka nampak tidak acuh saat kami melewatinya.
sepanjang jalan nggak mau ngurusin urusan orang lain. Mereka nampak tidak acuh saat kami melewatinya.
Kemudian sepeda ini nyeberangin lapangan yang luas
dibawah tiang tegangan tinggi sebelum masuk rumah kontrakkan yang diceritakan
Jayus tadi. Di depan tanaman pagar yang rapat ada pintu halaman dari anyaman
ambu, kami berhenti. Dari dalam ada orang yang bergegas keluar, ‘Min, ini mpok
gua, baru dateng dari Cirebon, numpang istirahat sebentar sebelum nerusin ke
Bekasi, rumah mertuanya. N’tar aku nggak pulang mau ngantar ke Bekasi ya?!’,
aahh.., lihai banget nih Jayus, ngibulnya bener-bener penuh fantasi.. Aku
salaman sama ‘Min’ tadi. Saat bersalaman, salah satu jarinya dia selipkan ke
telapak tanganku kemudian mengutiknya. Kurang ajar, batinku, rupanya dia tahu
kalau si Jayus sekedar ngibul. Rupanya cara macam ini sudah saling mereka
kenali. Rupanya kibulan tadi justru untuk aku. Untuk menyakinkan aku bahwa tempat
ini aman untukku.
‘Ayo bu, istrirahat dulu, mandi-mandi dulu, n’tar
aku ikut ke Bekasi,
biar nggak nyasar-nyasar’, uuhh..tukang kibulku.. yang.. sebentar lagi akan aku jilati kontolnya.. Dan memang aku sudah jadi perempuan yang nekad, pokoknya harus bisa merasakan ngentot sama Jayus. Dan sekarang ini kesempatanya. Masa bodo dengan segala kibulan Jayus, masa bodo dengan tangan usil si ‘Min’ tadi.
biar nggak nyasar-nyasar’, uuhh..tukang kibulku.. yang.. sebentar lagi akan aku jilati kontolnya.. Dan memang aku sudah jadi perempuan yang nekad, pokoknya harus bisa merasakan ngentot sama Jayus. Dan sekarang ini kesempatanya. Masa bodo dengan segala kibulan Jayus, masa bodo dengan tangan usil si ‘Min’ tadi.
Nggak tahunya aku dibawa ke loteng. Dengan tangga
yang nyaris tegak aku mengikuti Jayus memasuki ruangan yang sempit berlantai
papan dengan nampak bolong sana-sini. Dalam ruangan tanpa plafon hingga
gentingnya yang rendah itu hampir menyentuh kepala, kulihat tikar tergelar. Dan
nampak bantal tipis kusam di ujung sana. Kuletakkan barang bawaanku.
Tanpa menunggu ba bi Bu lagi Jayus langsung
menerkam aku. Tangannya langsung memerasi bokongku kemudian susu-susuku. Akupun
langsung mendesah.. Birahiku bergolak.. Darahku memacu..Aku menjadi sangat
kehausan.. Tanganku langsung membuka kancing celana Jayus kemudian memerosotkannya.
Dalam dekapan dan setengah gelagapan yang disebabkan kuluman bibir Jayus, aku
merabai selangkangannya. Kontol
yang benar-benar gede dan panjang ini kini dalam genggaman tanganku. Aku keras dan liatnya, denyut-denyutnya. Kontol yang hanya terbungkus celana dalam tipis hingga hangatnya aku rasakan dari setiap elusan tangan kananku. Kami saling melumat. ‘Bbuu, aku nafsu bangett bbuu..’, aku dengar bisikan desah Jayus di telingaku. Hhheehh..
yang benar-benar gede dan panjang ini kini dalam genggaman tanganku. Aku keras dan liatnya, denyut-denyutnya. Kontol yang hanya terbungkus celana dalam tipis hingga hangatnya aku rasakan dari setiap elusan tangan kananku. Kami saling melumat. ‘Bbuu, aku nafsu bangett bbuu..’, aku dengar bisikan desah Jayus di telingaku. Hhheehh..
Kemudian tangan Jayus menekan pundakku supaya aku
rebah ke tikar yang tersedia. Terus kami bergumul, dia menaiki tubuhku tanpa
melepaskan pagutannya. Dan tanganku merangkul erat tubuhnya. Kemudian dia balik
hingga tubuhku ganti yang menindih tubuhnya. Aku terus melumatinya. Lidahnya
yang menjulur kusedoti. Ludahku di-isep-isep-nya.
‘Bbbuu, aayyoo ..aku udah nggak tahan nihh..’.
Sama. Nafsu liarku juga sudah nggak terbendung. Aku prosotkan sendiri celana
dalamku tanpa mencopot roknya. Sementara itu ciuman Jayus telah meruyak ke buah
dadaku. Wwwuu.. Aku menggelinjang dengan amat sangat. Bulu-bulu bewok dan kumis
yang tercukur rasanya seperti amplas yang menggosoki kulit halus dadaku.
Dalam waktu yang singkat berikutnya kami telah
sama-sama telanjang bulat. Jayus menindih tubuhku. Dan aku telah siap menerima
penetrasi kontolnya ke vaginaku. Aku telah membuka lebar-lebar selangkanganku
menyilahkan kontol gede Jayus itu memulai serangan. Saat ujung kemaluannya
menyentuh bibir vaginaku, wwuuhh ..rasanya selangit. Aku langsung mengegoskan
pantatku menjemput kontol itu agar langsung menembusi kemaluanku. Sungguh aku
menunggu tusukkan batang panas itu agar kegatalan vaginaku terobati.
Agak kasar tapi membuatku sangat nikmat, Jayus
mendorong dengan keras kontolnya menerobos lubang kemaluanku yang sempit
sekaligus dalam keadaan mencengkeram karena birahiku yang memuncak.
Cairan-cairan pelumas yang keluar dari kemaluanku tidak banyak membantu. Rasa
pedih perih menyeruak saraf-saraf di dinding vaginaku. Tetapi itu hanya
sesaat..
Begitu Jayus mulai menaik turunkan pantatnya untuk mendorong
dan menarik kontolnya di luang kemaluanku, rasa pedih perih itu langsung
berubah menjadi kenikmatan tak bertara. Aku menjerit kecil.. tetapi desahan
bibirku tak bisa kubendung. Aku meracau kenikmatan, ‘Enak banget kontolmu kang
Jayuss.. aacchh.. nikmatnyaa.. kontolmu Jayuss.. oohh.. teruusszzhh..
teruuzzhh.., uuhh gede bangett yaahh.. kangg.. kangg enakk..’
Genjotan Jayus semakin kenceng. Bukit bokongnya
kulihat naik turun demikian cepat seperti mesin pompa air di kampung. Dan
saraf-saraf vaginaku yang semakin mengencang menimbulkan kenikmatan tak
terhingga bagiku dan pasti juga bagi si Jayus. Dia menceloteh, ‘Uuuhh buu,
sempit banget nonokmuu ..buu.., sempit bangeett.. bbuu enaakk bangett..’. Dan
lebih edan lagi, lantai papan loteng itupun nggak kalah berisiknya. Aku
bayangkan pasti si ‘Min’ dibawah sono kelimpungan nggak keruan. Mungkin saja
dia langsung ngelocok kontolnya sendiri (onani).
Terus terang aku sangat tersanjung oleh
celotehannya itu. Dan itu
semangatku melonjak. Pantatku bergoyang keras mengimbangi tusukkan mautnya kontol Jayus. Dan lantai papan ini .. berisiknyaa.. minta ampun!
semangatku melonjak. Pantatku bergoyang keras mengimbangi tusukkan mautnya kontol Jayus. Dan lantai papan ini .. berisiknyaa.. minta ampun!
Percepatan frekwensi genjotan kontol dan goyangan
pantatku dengan cepat menggiring orgasmeku hingga ke ambang tumpah, ‘Kang ..
kang.. kang..kang.. aku mau keluarrcchh.. keluarrcchh.. aacchh..’, aku
histeris. Ternyata demikian pula kang Jayus. Genjotan terakhir yang cepatnya
tak terperikan rupanya mendorong berliter-liter air maninya tumpah membanjiri
kemaluanku. Keringat kami tak lagi terbendung, ngocor.
Kemudian semuanya jadi lengang. Yang terdengar
bunyi nafas ngos-ngosan dari kami. Dari jauh kudengar suara kodok, mungkin dari
genangan air comberan di kebon.
Aku tersedar. Dirumah pasti suamiku gelisah. ‘Kang
Jayus, aku mesti cepet pulang nih ..’, Dia hanya melenguh ‘..hheehh..’. Kulihat
kontolnya ternyata masih tegak kaku keluar dari rimbunan hitam jembutnya
menjulang ke langit. Apa mungkin dia belum puas?? Aku khawatir kemalaman nih.
‘Ayyoo kang, pulang dulu.., kapan-kapan kita main lagi yaahh ..’.Jayus bukannya
bangun. Dia berbalik miring sambil tangannya memeluk tubuhku mulutnya dia
tempelkan ke pipiki dan berbisik, ‘Buu, aku masih kepingin..’, ‘Nggak ah.., aku
kan takut kemalaman, nanti suamiku nyariin
lagi’. ‘Jangan khawatir bu.. Sebentar saja.. Aku pengin ibu mau ngisepin kontolku. Kalau diisepin cepat koq keluarnya dan aku cepat puas. Lihat aja nih, dianya nggak mau lemes-lemes. Dia nunggu bibir ibu nihh..’. Jayus menunjukkan kontolnya yang gede panjang dalam keadaan ngaceng itu.
lagi’. ‘Jangan khawatir bu.. Sebentar saja.. Aku pengin ibu mau ngisepin kontolku. Kalau diisepin cepat koq keluarnya dan aku cepat puas. Lihat aja nih, dianya nggak mau lemes-lemes. Dia nunggu bibir ibu nihh..’. Jayus menunjukkan kontolnya yang gede panjang dalam keadaan ngaceng itu.
‘Ayyoo dong buu.., kasian khan .., bbuu..?!’. Dia
mengakhiri omongannya sambil bangkit, menggeser tubuhnya, berdiri kemudian
ngangkangin dadaku lantas jongkok. Posisi kontolnya tepat di wajahku. Bahkan
tepat di depan bibirku. ‘Aayyoo buu, isepin duluu.., ayyoo buu, ciumin, jilat-jilat..’.
Aku jadi nggak berkutik. Aku pikir, biarlah,
OK-lah, supaya cepat beres dan cepat pulang.
Kuraih kontol itu, kugenggam dan kubawa kemulutku.
Aku jilatin kepalanya yang basah oleh spermanya sendiri tadi. Aku rasain lubang
kencingnya dengan ujung lidahku. ‘Aammpuunn.. Enakkbangett..’, Jayus langsung
teriak kegatalan.
Sambil tanganku mempermainkan bijih pelernya,
kontol itu aku enyotin dan jilatin. Rupanya Jayus ingin aku cepat mengulumnya.
Dan dia kembali mulai memompa. Kali ini bukan memekku tetapi mulutku yang dia
pompa. Pelan-pelan tetapi teratur. Dan aku.., uuhh.. merasakan kontol gede
dalam rongga mulutku.., rasa asin, amis, pesing dan asem berbaur yang keluar
dari selangkangan, jembutnya, bijih pelernya.., nafsuku kembali hadir.
Dan pompa Jayus mencepat. Aku mesti menahan dengan
tanganku agar kontol itu tidak menyodok tenggorokanku yang akan membuatku
tersedak. Tidak lama .. Tiba-tiba Jayus menarik kontolnya dan tangan kanannya
langsung mengocoknya dengan cepat persis didepan muluku. ‘Ayoo bu, minum
pejuhku.. Buu, ayo makan nih kontolkuu.. Ayoo buu..minumm..buu.. Bbbuu..’,
kocokkan itu makin cepat. Dan reflekku adalah membuka mulut
dan menjulurkan lidahku. Aku memang pengin banget, memang menjadi obsesiku, aku pengin minum sperma si Jayus. Dan sekarang .. Entah berapa banyak sperma Jayus yang tumpah kali ini. Kurasakan langsung ke mulutku ada sekitar banyak kali muncratan. Dan aku berusaha nggak ada setetespun yang tercecer. Uuuhh.., aku baru merasakan. Gurihnya sperma Jayus mengingatkan aku pada rasa telor ayam kampung yang putih dan kuningnya telah diaduk menjadi satu. Ada gurih, ada asin, ada
tawarnya.. dan lendir-lendir itu ..nikmatnyaa..
dan menjulurkan lidahku. Aku memang pengin banget, memang menjadi obsesiku, aku pengin minum sperma si Jayus. Dan sekarang .. Entah berapa banyak sperma Jayus yang tumpah kali ini. Kurasakan langsung ke mulutku ada sekitar banyak kali muncratan. Dan aku berusaha nggak ada setetespun yang tercecer. Uuuhh.., aku baru merasakan. Gurihnya sperma Jayus mengingatkan aku pada rasa telor ayam kampung yang putih dan kuningnya telah diaduk menjadi satu. Ada gurih, ada asin, ada
tawarnya.. dan lendir-lendir itu ..nikmatnyaa..
Saat pulang kuselipkan dalam genggaman si ‘Min’
lembaran Rp. 50 ribu. Mungkin semacam ongkos bungkam. Dia dengan senang
menerimanya. Tak ada lagi jari ngutik-utik telapak tanganku.
Jayus menurunkan aku di belokkan arah rumahku. Aku
beri Jayus lembaran Rp. 100 ribu, tetapi dia menolak, ‘Jangan bu, kita khan
sama-sama menikmati.., dan terserah ibu.., kalau ibu mau, kapan saja saya mau
juga.. Tetapi saya nggak akan pernah mencari-cari ibu, pemali, n’tar jadi
gangguan, nggak enak sama bapaknya khan?!’. Wah.., dia bisa menjaga dirinya dan
sekaligus menjaga orang lain. Aku senang. Sesampai di rumah ternyata suamiku
tidak gelisah menunggu istrinya.
Kebetulan ada tamunya, tetangga sebelah teman main
catur. Aku cepat tanggap, ‘Udah dibikinin kopi belum pak?!’ ..yang terdengar
kemudian .. Skak!
Wonosobo, Maret 2003